Tak Tergantikan, Peran Guru dan Kiai di Era Disrupsi
Tak Tergantikan, Peran Guru dan Kiai di Era Disrupsi
KH. Nur Hannan selaku mudir Ma’had Aly Hasyim Asy’ari, dalam acara wisuda ke-7 Ma’had Aly Hasyim Asy’ari, menyampaikan bahwa peran guru dan kiai tidak dapat digantikan di era disrupsi ini. Banyak harapan beliau para mahasantri yang baru diwisuda pada Ahad, (05/09/2021).
Mengawali sambutannya, kiai Nur Hannan menjelaskan istilah Marhalah Ula yang digunakan Ma’had Aly dalam tingkatan proses studinya. “Marhalah Ula sama dengan strata 1 yang digunakan perguruan tinggi umum,” tuturnya.
Semakin hari, tantangan yang dihadapi manusia tidaklah semakin ringan malah bertambah berat. Apalagi kita memasuki suatu era yang banyak mengubah budaya hidup manusia dan kita kenal dengan era disrupsi.
Banyak ranah kehidupan yang mengalami digitalisasi, terutama ranah pendidikan. Peran guru dalam menyampaikan pengetahuan dapat tergantikan dengan teknologi. Akan tetapi, peran inti seorang guru dalam membentuk karakter dengan teladan yang baik selamanya tidak bisa terwakilkan. “Peran guru dan kiai tidak dapat tergantikan dengan kecanggihan teknologi apa pun,” tegasnya.
Para wisudawan yang telah diwisuda pada hari ini, diharapkan bisa berkontribusi di masyarakat nanti menciptakan kemaslahatan umat. “Tidak hanya memiliki ilmu pengetahuan berbasis kitab kuning, diharapkan para lulusan pesantren mampu memberikan kontribusi nyata yang dapat memberi manfaat dan kemaslahatan kepada umat” pinta Kiai Hannan yang juga menjabat sebagai ketua AMALI.
Di akhir sambutannya, Kiai Nur Hannan jelaskan bahwa mahasantri tingkat akhir diarahkan untuk mentakhrij hadis, utamanya hadis-hadis yang ada di kitab Dhurrotun Nashihin.
Mengingat bahwa kitab tersebut dilarang oleh HadratussyaikhHasyim Asy’ari diajarkan di pesantren Tebuireng secara khusus karena banyak memuat hadis dha’if, bahkan maudhu’ sekaligus. Dan diperbolehkan apabila seorang guru mampu menjelaskan dan membedakan mana hadis yang bisa diamalkan atau tidak.
“Supaya kita mampu memberikan informasi ilmiah bagi kaum pesantren dalam hal tersebut,” pungkasnya. (Ahmad Fikri)