Sejarah

Sejarah

Pesantren Tebuireng Jombang didirikan pada 26 Rabi’ul Awal 1317 H atau bertepatan dengan tangal 3 Agustus 1899 dan kini telah berusia lebih dari 100 tahun. Lembaga tersebut dirintis oleh KH. M. Hasyim Asy’ari, seorang ’ulama’allamah yang bercita-cita mulia, yaitu ingin menyebarkan ajaran Islam untuk melenyapkan segala bentuk kemungkaran di muka bumi ini. Dimulai dari mengajar agama, disajikan dengan model pengajian kitab kepada para santri di sebuah bangunan sederhana, yang dibagi menjadi dua. Separo bangunan untuk beliau dan keluarganya sedang bagian yang lain untuk Kegiatan Belajar Mengajar bagi para santri. Mereka dididik untuk berakhlaqul karimah dan menguasai ilmu secara luas agar dikemudian hari menjadi insan yang bermanfaat bagi bangsanya.

Semangat pendiri Pondok Pesantren Tebuireng tersebut terus dikembangkan oleh para generas yang memimpin Pondok Pesantren hingga sekarang. Terutama yang berkaitan dengan kemajuan zaman, yaitu dengan meluasnya kehidupan keagamaan dan munculnya berbagai persoalan baru yang memerlukan status Hukum Islam. Melihat kenyataan diatas, maka sangat diperlukan munculnya ’ulama atau sarjana agama yang berkualitas dan mampu mengatasi persoalan yang sedang dihadapi oleh ummat.

Tradisi yang berkembang di Pondok Pesantren Tebuireng, berprinsip bahwa pesantren dan kitab kuning merupakan dua sisi suatu benda yang tidak terpisahkan. Sejak awal berdirinya telah banyak melakukan pengkajian karya-karya ’ulama klasik yang bersumber dari kitab kuning. Hal tersebut cukup relevant bagi santri yang berminat mendalami bidangh studi keagamaan secara mendalam.

Pentingnya kedudukan kitab kuning di Pondok Pesantren Tebuireng ini menunjukkan bahwa Islam yang ditebarkan dari pondok pesantren, adalah Islam yang memiliki kesinambungan yang kuat dengan Islam sebagaimana difahami dan dihayati oleh generasi-generasi sebelumnya. Maka untuk menjaga kesinabungan rantai ilmu keislaman yang optimal, tidak ada jalan lain kecuali dengan mempertautkan dan menduplikasikan apa yang ada (faham keislaman) yang dimiliki oleh generasi sebelumnya, yaitu generasi ’ulama salaf. Semakin mencerminkan kesalahan, akan semakin tinggi tingkat ”kebaikan”. Inilah arti ”tradisionalisme” yang melekat di Pondok Pesantren Tebuireng.

Sebagaimana pesantren zaman itu, pada awalnya pengajaran menggunakan sistem sorogan dan weton atau bandongan dengan pengantar bahasa Jawa dan tulisan pego. Pada tahun 1919 M. Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari menerapkan sistem madrasi (klasikal), dengan mendirikan Madrasah Salafiyah Syafi’iyyah. Sistem pengajaran disajikan secara berjenjang dalam dua tingkat, yakni; Shifir Awal dan Shifir Tsani.

Pada tahun 1929 M. dirintis pembaharuan lagi di Tebuireng dengan dimasukkannya ilmu pengetahuan umum kedalam dunia pesantren dan dalam struktur kurikulum Madrasah Salafiyah Syafi’iyyah, hal yang belum pernah ditempuh oleh pondok pesantren manapun pada waktu itu.

Dibangunnya perpustakaan yang dilengkapi dengan berbagai majalah, surat kabar, baik lokal maupun luar negeri yang ditulis dengan huruf latin dan berbahasa Indonesia, yang dipelopori oleh KH. M. Ilyas dan didukung penuh oleh KH. A. Wahid Hasyim dengan mendirikan  Madrasah An-Nidham yang memasukkan pelajaran Bahasa Belanda, Inggirs dan Bahasa Jepang

Kemudian pada tahun 1964 M. jenjang pendidikan Shifir Awal dan Shifir Tsani dirubah menjadi Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tnasawiyah. Pada tahun 1967 pada masa kepengasuhan KH. M. Yusuf Hasyim jenjang pendidikan ditambah sampai Madrasah Aliyah, pada waktu itu jumlah siswanya tidak lebih dari 150 siswa, namun pada tahun 1990 jumlahnya berkisar 600 s.d. 700 siswa.

Pada tahun 1967 itu pula, didirikan Universitas Hasyim Asy’ari (sekarang IKAHA), yang pendiriannya diketuai oleh KH. M. Yusuf Hasyim dan KH. M. Ilyas sebagai rektor pertama, namun pada dekade delapan puluhan perguruan tinggi ini terpisah dari Yayasan Hasyim Asy’ari dan menjadi Yayasan tersendiri.

Tahun 1971 M. didirikan Madrasah Al-Huffadz bagi yang berminat menghafal Al-Qur’an yang kemudian berkembang pesat sehingga pada tahun 1982 dimandirikan dan kini menjadi Madrasatul Qur’an.

Pada tahun 1972 dibentuk madrasah persiapan Tsanawiyah sebagai jawaban atas kebutuhan santri lulusan sekolah dasar dan lanjutan umum untuk dapat memasuki Madrasah Tsanawiyah yang sarat dengan pelajaran agama dan kitab salaf.

Pada tahun 1975 M. didirikan SMP dan SMA A. Wahid Hasyim, yang kala itu mendapat reaksi keras dari banyak kalangan karena selain merupakan pendidikan umum, di dalamnya ditampung bersama-sama antara siswa laki-laki dan perempuan. Namun usaha memajukan kedua sekolah ini tetap terus berjalan, sehingga mencapai kemajuan yang pesat.

Pada tahun sembilan puluhan semua gedung unit pendidikan sudah berada di luar areal pondok, sehingga diharapkan penyelenggaraan sekolah dapat berjalan lebih disiplin.

Pada tahun 2003 telah dibuka Pondok Pesantren Tebuireng Unit Putri, setelah dibangunnya Masjid Ulil Albab pada tahun 1999, sebagai tahap perluasan Pesantren Tebuireng.

Disamping itu, setiap tahun Pondok Pesantren Tebuireng meluluskan kurang lebih 400 santri/siswa dari program pendidikan Aliyah Syafi’iyyah dan SMA A. Wahid Hasyim yang sebagian besar telah memiliki kemampuan penguasaan literatur berbahasa Arab.

Dan Menjelang usianya yang ke 109 ini atas usulan dari Almaghfurlah KH. Muhammad Yusuf Hasyim, yaitu pada tanggal 6 September 2006 yang bertepatan dengan tanggal 12 Sya’ban 1427 H Pondok Pesantren Tebuireng telah melengkapi unit-unit pendidikannya dengan Perguruan Tinggi S1, yaitu ” MA’HAD ALY HASYIM  ASY’ARI”.