Prinsip Gus Dur dalam Mendamaikan Budaya-Agama
Prinsip Gus Dur dalam Mendamaikan Budaya-Agama
Prinsip Hidup dan Strategi Gus Dur dalam Mendamaikan Budaya-AgamaSerangkaian peringatan haul KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ke-13 tahun, semarak diperingati oleh seluruh civitas Pesantren Tebuireng, termasuk di dalamnya Ikatan Persatuan Pesantren Tebuireng (IKAPETE). Salah satunya turut menggelar Seminar Nasional Pemikiran Gus Dur dengan tema “Perjuangan Gus Dur dan Masa Depan Moderasi Beragama”. Seminar dilaksanakan di Pesantren Tebuireng, Rabu, 21 Desember 2022.
Dalam acara seminar ini IKAPETE mengundang guestars istimewa, antara lain asisten pribadi Gus Dur yang telah membersamai Presiden ke-4 Republik Indonesia sejak tahun 1998-2009, Dr. Kiai Ngatawi Al-Zastrow, M.Si. beliau juga disebut sebagai anak ideologisnya Gus Dur. Kemudian Prof. Masdar Hilmy, M.A., Ph.D dan Drs. M. Mas’ud Adnan, M.Si.
KH. Mas’ud Adnan merupakan seorang jurnalis sekaligus wartawan serta seorang politikus yang sudah bergelut di dalamnya selama 20 tahun. Beliau banyak menulis fakta tentang berita Gus Dur saat menjabat sebagai Presiden ke-4 RI. Uniknya, pengalaman menulisnya tentang fakta-fakta kontroversi dan sekelumit problematika yang muncul saat Gus Dur menjabat presiden ada saja hal-hal menarik yang membuat rakyat Indonesia sekejap membuka ruang berpikirnya tentang keunikan yang dimiliki Gus Dur.
“Dua hal yang selalu saya ingat dari Gus Dur yaitu prinsip pemberani, dan tetap diam saat difitnah”, jelasnya.
Jurnalis jebolan pesantren Tebuireng lantas menceritakan kisah Gus Dur terkait prinsipnya, “Saat itu di sebuah seminar besar, saat membuka pembicaraan nya Gus Dur mengubah ucapan Assalamu’alaikum dengan ‘Selamat Pagi’. Ini menjadi kontroversi kala itu dan menuai kecaman dari berbagai media. Sampai ada yang menghujat Gus Dur sebagai kafir. Namun Gus Dur tetap diam dan tenang.
Kemudian dikesempatan lain, Gus Dur mengklarifikasi tentang pengubahan kalimat pembuka tersebut. Bahwa secara kultural ‘Salam berarti ‘Selamat Pagi’. Bila di Arab ‘Shobahul Khoir’. Sebab ada dimensi syari’at dalam lafadz ‘Assalamu’alaikum’. Dalam sembahyang (sholat) jika tidak mengucap salam maka tidak sah, tapi dalam muamalah mu’asyaroh itu tidak wajib,” paparnya
Selain sikap kesederhanaannya sosok Gus Dur memang dikenal dengan sikap tenang dalam menggadapi berbagai problematika, sekalipun dalam urusan politik. Gus Dur pernah berkata “Jangan terlalu serius dalam politik itu, sikapi biasa saja. Gitu saja kok repot”.
Secara konsepsional, cara Gus Dur mendamaikan kebudayaan dengan agama adalah sebuah upaya tersampainya risalah ajaran Islam melalui sisi budaya Nusantara. Gus Dur merekonstruksi strategi untuk menautkan 2 komponen, yaitu dari Rasionalitas menuju Spiritualitas. Sebab pemikiran Gus Dur inilah sosoknya disebut sebagai tumbal sejarah mengintegrasikan rekonstruksi 2 komponen di atas.
Kontributor : Alfiya Hanafiyah
Editor : Syofiatul Hasanah