Blog

KH. Hannan Tekankan Penjagaan Identitas dan Tradisi Ma’had Aly

Img 20241116 Wa0040
Diskusi Publik

KH. Hannan Tekankan Penjagaan Identitas dan Tradisi Ma’had Aly

KH. Hannan, dalam forum workshop yang diadakan oleh LPPD Pemerintah Provinsi Jawa Timur, menyampaikan gagasan strategis terkait pengembangan kurikulum Ma’had Aly serta penguatan tradisi penulisan ilmiah di lingkungan pesantren. Acara ini dihadiri oleh berbagai tokoh penting, seperti Ketua LPPD Jawa Timur Prof. Dr. KH. Abdul Halim Subahar, Prof. Dr. KH. Muhibbin Zuhri, sejumlah mudir dari berbagai Ma’had Aly, di antaranya KH. Ahmad Roziqi dari Mahad Aly Tebuireng, Gus Amin dari Ma’had Aly Lirboyo dan KH. Irsyadul Ibad dari Ma’had Aly Situbondo, serta mahasiswa tingkat lanjut (marhalah tsaniyah) penerima beasiswa LPPD. Dalam suasana yang penuh antusias, KH. Hannan menekankan visi besar Ma’had Aly sebagai lembaga pendidikan tinggi khas pesantren yang mencetak kader ulama dan kiai yang kompeten secara intelektual, spiritual, dan sosial. 

Beliau memulai pidatonya dengan rasa syukur kepada Allah atas berlangsungnya acara ini, yang dianggapnya sebagai langkah penting dalam memajukan pendidikan pesantren di Indonesia. KH. Hannan mengingatkan bahwa Ma’had Aly memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari perguruan tinggi lainnya, yaitu pengembangan ilmu berbasis kitab kuning dan tradisi pesantren. Sebagai lembaga pendidikan tinggi berbasis pesantren, Ma’had Aly didesain untuk mencetak kader ulama dan kiai yang tidak hanya mendalam dalam pemahaman agama (mutafaqqih fiddin), tetapi juga memiliki kemampuan untuk mengaplikasikan ilmu tersebut demi kemaslahatan umat manusia (mutafaqqih fi masalihil khalqi). 

Karakteristik dan Identitas Ma’had Aly

KH. Hannan menjelaskan bahwa Ma’had Aly adalah lembaga pendidikan tinggi yang hanya dapat diselenggarakan oleh pesantren, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan Peraturan Menteri Agama Nomor 32 Tahun 2020. Undang-undang ini mengatur bahwa Ma’had Aly memiliki tiga fokus utama, yaitu pendidikan (tarbiyah wat-ta’lim), penelitian (bahs), dan pengabdian kepada masyarakat (khidmah). Melalui fokus ini, Ma’had Aly tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan agama kepada mahasantrinya, tetapi juga membangun karakter dan kompetensi mereka untuk menjadi pemimpin intelektual dan spiritual di masyarakat. 

Beliau menegaskan bahwa Ma’had Aly berbeda dengan perguruan tinggi Islam lainnya, terutama dalam hal metodologi dan pendekatan pembelajaran. Basis utama keilmuan di Ma’had Aly adalah kitab kuning, yang dipandang sebagai warisan intelektual Islam yang kaya dan otentik. Oleh karena itu, Ma’had Aly memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga tradisi ini sambil tetap relevan dengan perkembangan zaman. 

Dalam konteks ini, KH. Hannan menyoroti pentingnya menjaga identitas khas Ma’had Aly sebagai lembaga pendidikan yang mengakar pada tradisi pesantren. Beliau menyatakan bahwa Ma’had Aly tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai pusat kaderisasi ulama dan kiai yang mampu menjawab berbagai tantangan kehidupan kontemporer. Hal ini, menurut beliau, adalah misi besar yang harus dijalankan oleh semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan Ma’had Aly. 

Perkembangan Ma’had Aly di Indonesia 

KH. Hannan mengapresiasi perkembangan jumlah Ma’had Aly di Indonesia, yang kini mencapai 82 lembaga dengan izin penyelenggaraan dari Kementerian Agama. Namun, beliau mencatat bahwa dari jumlah tersebut, hanya empat Ma’had Aly yang telah menyelenggarakan program marhalah tsaniyah (program tingkat lanjut), yaitu tiga di Jawa Timur dan satu di Aceh. Kondisi ini, menurut beliau, menunjukkan bahwa masih banyak tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan Ma’had Aly di Indonesia. 

Di Tebuireng sendiri, KH. Hannan menyampaikan bahwa pihaknya telah mengajukan proposal untuk membuka program marhalah tsalisah (program tingkat lanjutan setelah marhalah tsaniyah). Beliau berharap Ma’had Aly di Jawa Timur, termasuk Lirboyo dan Situbondo, dapat bersama-sama menjadi pelopor penyelenggaraan program marhalah tsalisah di Indonesia. Menurut beliau, langkah ini akan menjadi catatan sejarah penting dalam pengembangan pendidikan tinggi pesantren di Tanah Air. 

Beliau juga mengingatkan bahwa sejak awal pendiriannya, Ma’had Aly menghadapi berbagai tantangan dalam menyesuaikan regulasi pendidikan tinggi dengan karakter pesantren. Pada awalnya, Ma’had Aly masih menggunakan dasar hukum dari Undang-Undang Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), yang dianggap kurang sesuai dengan tradisi dan kebutuhan Ma’had Aly. Namun, melalui perjuangan panjang para pengasuh dan pengurus pesantren, lahirlah Undang-Undang Pesantren yang secara eksplisit mengakui Ma’had Aly sebagai lembaga pendidikan tinggi formal pesantren. 

Penjaminan Mutu dan Tradisi Ilmiah di Ma’had Aly

KH. Hannan menjelaskan bahwa penjaminan mutu di Ma’had Aly didasarkan pada tiga standar utama, yaitu standar pendidikan, standar penelitian (bahs), dan standar pengabdian kepada masyarakat (khidmah). Standar-standar ini dirancang untuk memastikan bahwa Ma’had Aly dapat menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian mendalam dalam ilmu agama, serta mampu mengimplementasikan ilmunya dalam berbagai aspek kehidupan. 

Beliau memberikan contoh konkret penjaminan mutu dalam bentuk tradisi penulisan ilmiah di Ma’had Aly. Di Ma’had Aly Tebuireng, misalnya, telah tersedia jurnal Nabawi yang baru saja meraih akreditasi SINTA 2. Jurnal ini, menurut KH. Hannan, tidak hanya menjadi bukti pencapaian akademik Ma’had Aly, tetapi juga berfungsi sebagai media untuk melestarikan tradisi intelektual pesantren. Meskipun mengikuti standar jurnal ilmiah internasional seperti Scopus, jurnal ini tetap mempertahankan kekhasan Ma’had Aly melalui fokus pada kajian kitab kuning. 

Selain itu, KH. Hannan juga menyoroti pentingnya penelitian (bahs) sebagai bagian dari tradisi ilmiah di Ma’had Aly. Penelitian ini tidak hanya bertujuan untuk menghasilkan karya ilmiah, tetapi juga untuk menjawab berbagai problematika keislaman dan sosial yang dihadapi masyarakat. 

Kurikulum dan Kompetensi Lulusan Ma’had Aly

KH. Hannan menjelaskan bahwa kurikulum di Ma’had Aly mencakup tiga standar utama: standar isi, proses pembelajaran, dan penilaian. Mata kuliah di Ma’had Aly dirancang berbasis pada kitab kuning, seperti Sahih Bukhari, Sahih Muslim, dan kutubusittah lainnya. Nama-nama mata kuliah ini disesuaikan dengan kitab yang dikaji, bukan berdasarkan rumpun ilmu seperti di perguruan tinggi lainnya. 

Beliau juga memaparkan capaian pembelajaran yang diharapkan dari para lulusan, yang mencakup keterampilan membaca dan menerjemahkan kitab kuning, mengembangkan pemikiran ulama untuk menjawab problematika kontemporer, serta membangun wacana keagamaan melalui media digital. Kompetensi ini dirancang agar lulusan Ma’had Aly tidak hanya mendalam dalam ilmu agama, tetapi juga mampu mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. 

KH. Hannan menegaskan bahwa setiap Ma’had Aly memiliki kebebasan untuk menyesuaikan kurikulumnya dengan tradisi lokal masing-masing pesantren. Sebagai contoh, mata kuliah Nahwu dan Sharaf di Ma’had Aly Lirboyo dianggap sudah tuntas di jenjang sebelumnya, sehingga tidak lagi diajarkan di tingkat Ma’had Aly. 

Pesan dan Harapan

KH. Hannan menutup pidatonya dengan memberikan dorongan kepada para penerima beasiswa LPPD untuk menghasilkan karya ilmiah yang berkualitas. Beliau berharap setiap mahasiswa dapat menyumbangkan tulisan yang nantinya akan diterbitkan sebagai buku kolektif, sebagai bagian dari kontribusi Ma’had Aly terhadap pengembangan ilmu agama berbasis pesantren. 

Beliau juga mengapresiasi peran LPPD dalam mendukung pendidikan pesantren melalui beasiswa dan pelatihan. Menurut KH. Hannan, dukungan seperti ini sangat penting untuk memperkuat tradisi intelektual pesantren dan menghadapi tantangan zaman. 

Akhirnya, beliau menekankan pentingnya sinergi antara pengurus, pengajar, dan mahasiswa dalam menjaga identitas dan tradisi Ma’had Aly sambil terus berinovasi demi kemaslahatan umat. Beliau berharap Ma’had Aly dapat terus berkembang menjadi lembaga pendidikan tinggi yang unggul dan memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat luas.