Bullying: Pembunuhan Mental Secara Bertahap?
Bullying: Pembunuhan Mental Secara Bertahap?
Mengejek, mengucilkan, menganggap remeh akan sesuatu, kini menjadi kenakalan yang sudah dianggap biasa terutama dikalangan remaja. Teknologi kini semakin memudahkan penggunanya dalam berinteraksi, maka tak heran millennial saat ini menilai sesuatu tanpa harus bertemu terlebih dahulu. Kondisi seperti ini kian marak ditemui, yang tanpa disadari memberi dampak tersendiri bagi korban bullying. Islam mengajarkan untuk bertutur kata yang baik, bercanda yang sehat supaya terjalin persahabatan yang erat. Oleh karena itu sikap interaksi seperti ini tidak dibenarkan di dalam Islam. Seperti yang termaktub di dalam hadis:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَتَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ؟» قَالُوا: الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ قَالَ: «فَإِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَزَكَاةٍ وَصِيَامٍ، قَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، فَيُقْضَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ، أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ»
A. Terjemah Hadis
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bertanya: “Tahukah kalian siapakah orang orang yang bangkrut itu?” Para sahabat _rodiyallahu ‘anhum_menjawab, “Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta.” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang pada hari kiamat datang membawa pahala sholat, puasa, dan zakat, namun dia juga membawa dosa mencaci maki si A, menuduh zina si B tanpa bukti, memakan hartanya si C, membunuh si D, dan memukul si E. karena itu, sebagian pahala amal kebajikannya diberikan kepada mereka. Jika pahala kebajikannya sudah habis, sedangkan belum selesai urusannya maka dosa orang yang dianiaya diberikan kepadanya. Kemudian dia dicampakkan ke dalam neraka.
B. Tabel Takhrij
No | Mu’allif | Kitab | Bab | Juz | No. Hadis |
1 | Imam Muslim | Sohihh Muslim | Al birru was shalah wal adab | 4 | 2581 |
2 | Imam Tirmidzi | Sunan Tirmidzi | Sifatil qiyamah warroqoiq wal wara’ an arrasul saw | 4 | 2418 |
3 | Imam Ahmad | Musnad Ahmad | Musnad Abi Hurairah | 13 | 8029
|
14 | 8414 8842 |
C. Bagan Sanad
D. Syarah Hadis
Sebagaimana telah kita ketahui hadis di atas menjelaskan bahwa akan ada di hari kiamat nanti orang datang dengan sholatnya, puasanya, dan zakatnya. Tetapi dia selalu mencaci maki, menuduh, makan harta orang lain, serta membunuh dan menyakiti orang lain. Merekalah yang dimaksud nabi orang yang bangkrut. Pahala sholat, puasa dan zakat yang ia berikan tidak akan membantu dirinya di akhirat. Akan tetapi pahala tersebut akan diambil dan diberikan kepada orang lain.
Dalam riwayat lain, diceritakan suatu ketika nabi Muhammad SAW memerintahkan Ibnu Mas’ud (untuk suatu urusan), maka dia naik ke pohon karena perintah tersebut. Para sahabat melihat ke arah betis Abdullah bin Mas’ud yang sedang naik pohon kemudian mereka tertawa karena betisnya yang kecil, maka Rasulullah SAW menegur mereka: Kenapa kalian tertawa terhadap kaki seorang hamba Allah yang dia lebih berat dalam timbangan pada hari kiamat dari pada gunung Uhud. [1]
Larangan mencaci maki, mencela dan mengejek orang lain juga dijelaskan dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 11
ياأيها الذين أمنوا لايسخر قوم من قوم عسى أن يكونوا خيرا منهم ولا نساء من نساء عسى أن يكن خيرا منهن ولا تلمزوا أنفسكم ولا تنابروا بااألقاب بئس الإسم الفسوق بعد الإيمان ومن لم يتب فأولئك هم الظالمين
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mencela kumpulan lainnya, boleh jadi yang dicela itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah paanggilan yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.“
Oleh karena itu, Islam melarang kepada umatnya menghina ataupun mengejek orang lain karena jelas perbuatan tersebut dapat menyakiti perasaan orang lain, dan menyebabkan permusuhan sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid dalam kitab tafsir Al-Mukhtashar nya bahwa Allah melarang mengolok-olok ataupun mengejek sesama muslim lainnya dapat menyebabkan permusuhan. Dilarang memanggil orang dengan gelar yang mengandung ejekan karena mungkin orang yang diejek itu lebih baik di sisi Allah. Semisal memanggil seorang muslim dengan panggilan yang dibencinya “Hai fasik” atau dengan “Hai anjing”, “Hai keledai”. Sebagaimana keadaan sebagian kaum Anshar sebelum kedatangan Rasulullah. Barang siapa yang berbuat seperti itu maka orang-orang tersebut termasuk fasik dan apabila tidak bertaubat, mereka termasuk golongan orang-orang yang dzolim.[2] Terkecuali panggilan yang telah dikenal luas dan tidak membuat marah orang yang dipanggil, maka boleh menggunakan panggilan tersebut, seperti Al-A’masy (orang yang sakit mata) atau Al-A’raj (orang pincang), ini adalah panggilan dua orang perawi hadis.
Dalam kitab tafsir Al-Wajiz, Syaikh Prof. Dr. Wahbah Zuhaili berkata ketahuilah oleh kalian bahwasanya barang siapa yang menetapi hak-hak orang-orang yang beriman sebagian atas sebagian yang lain. Bahwasanya agar tidak merendahkan laki-laki di antara kalian dan selain laki-laki, dan tidak juga merendahkan perempuan di antara kalian, dan tidak menampakkan aib sebagian atas kalian atas sebagian yang lainnya, dengan segala macamnya yang berhubungan dengan aib sama saja apakah dengan kehadiran orang yang memiliki aib ataupun dengan tidak hadirnya dia, dan tidak juga memanggil salah satu dari kalian dengan lafadz yang dibenci olehnya seperti penghinaan dan perendahan. Maka barangsiapa yang tidak bertaubat dari keburukan ini, maka mereka adalah orang-orang yang dzalim yaitu mendzalimi diri mereka sendiri dengan melakukan yang dilarang di mana para ulama mengharamkannya.[3]
Berikut gambaran hadis yang diceritakan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha kepada Rasulullah SAW
عن أبي حذيفة وكان من أصحاب ابن مسعود عن عائشة قالت حكيت للنبي صلى الله عليه وسلم رجلا فقال مايسرني أ ني حكيت رجلا و أن لي كذا وكذا قالت فقلت يا رسول الله إن صفية امرأة وقالت بيدها هكذا كأنها تعني قصيرة فقال لقد مزجت بكلمة لو مزجت بها ماء البحر لمزج
Artinya: “Dari Abu Hudzaifah salah satu sahabat Ibnu Mas’ud. Dari Aisyah berkata aku menceritakan seseorang kepada nabi SAW lalu beliau bersabda aku tidak suka menceritakan kekurangan seseorang sementara aku sendiri memiliki banyak kekurangan seperti ini dan seperti itu. Berkata Aisyah wahai Rasulullah, sesunguhnya Shofiyah,- Aisyah peragakan dengan tangannya yang ia maksudkan, Shofiyah orangnya pendek. Beliau bersabda kau telah mengeruhkan dengan satu kata, yang seandainya satu patah katamu dicampurkan ke laut pasti laut menjadi keruh.”[4]
E. Aktualisasi Hadis
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, kelompok, maupun antara individu dengan kelompok. Interaksi seperti ini bisa terjadi di mana saja. Dalam perilaku berinteraksi sosial meliputi berbagai hal, mulai dari yang positif, seperti terjalin komunikasi yang baik terhadap teman atau kelompok, dan hal negatifnya adalah banyak timbul kesalah pahaman terhadap teman atau kelompok karena minimnya interaksi. Dan salah satu bentuk hal negatif akibat kesalahpahaman dalam interaksi adalah bullying. Bullying adalah kasus yang harus mendapatkan perhatian khusus. Bullying memiliki resiko berbahaya, seseorang dapat mengalami berbagai masalah kesehatan baik secara fisik maupun mental.
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah R.A. bahwa Rasulullah menyebut orang yang menghina sesamanya sebagai golongan yang bangkrut. Sebab, pahala yang susah payah ia dapatkan berkurang banyak karena telah menghina. Jangan sampai pahala kita berkurang karena mendzalimi orang lain, karena Allah tidak lalai dari setiap bentuk kedzaliman.
Rasulullah menganjurkan untuk menjaga lisan dari mencela, menghina,dan membicarakan keburukan orang lain. Diam dirasa jauh lebih baik daripada membicarakan hal-hal yang sia-sia. Seperti hadis yang termaktub :
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam” (Muttafaq ‘alaih: Shahih Bukhari No. 6018; Muslim No. 47)
Melihat hadis ini, ada beberapa hal yang perlu dipahami, antara lain adalah senantiasa menjaga lisan untuk bertutur dengan baik, menempatkan sesuatu pada tempatnya, ada kalanya kita diam untuk menjauhi dari berbicara yang tidak baik, ada saatnya kita berbicara untuk hal-hal yang dirasa cocok untuk membangun dan memodifikasi hubungan interaksi, seperti menyampaikan pendapat dalam forum diskusi.
[1] Musnad Ahmad bin Hanbal, hal 243
[2] Dr. Shalih bin Abdullah bin humaid, Tafsir al Mukhtashar, hal : 516
[3] Dr. Wahbah Zuhaili, Tafsir al wajiz, hal : 517
[4] Sunan at Tirmidzi, hal : 275