Blog

Koherensi Antarbudaya Maulid dan Bid’ah

Maulid Nabi, Ekspresi Cinta Yang Tidak Butuh Dalil
Kajian Hadis

Koherensi Antarbudaya Maulid dan Bid’ah

Maulid nabi menurut etimologi dapat diartikan sebagai kelahiran Baginda Nabi Muhammad SAW di dunia. Sedangkan menurut terminologi, maulid nabi didefinisikan sebagai pengungkapan rasa gembira dengan bersyukur kepada Allah Swt atas karunia dan rahmat-Nya, yang merupakan kenikmatan bagi  seluruh alam semesta dengan dilahirkannya baginda Nabi Muhammad SAW. Bulan Rabiul Awwal masyhur dengan kelahiran Sang Nabi Agung Islam, yakni Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad dilahirkan di kota Makkah al-Mukarromah pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 571 Masehi (tahun Gajah). Hal inilah yang menyebabkan bulan Rabiul Awal pun menjadi agung sebab lahir di dalamnya manusia agung. Jadi tidaklah heran jika penganut agama Islam mengadakan peringatan maulid nabi di setiap tahunnya.

Perayaan maulid nabi bukanlah sebuah peristiwa yang bid’ah (baru). Bid’ah sendiri merupakan suatu hal yang baru dan tidak ada di zaman Rasulullah. Suatu hal yang baru dapat berupa sesuatu yang baik (hasanah) ataupun buruk (dhalalah). Makna kata hasanah sendiri adalah sesuatu yang tidak bertentangan dengan Syari’at Islam, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, perayaan maulid bukanlah sesuatu yang mengandung bid’ah. Karena, maulid nabi telah diperingati sejak  zaman sahabat nabi. Hal tersebut telah tercantum dalam kitab Ar-Rasail As-Salafiyah, karya Imam Muhammad bin Ali asy-Syaukani, pada halaman 46.

فَقَدْ كَانَ الصَّحَابَةُ الرَّاشِدُونَ يَجْتَمِعُونَ فِي بُيُوتِهِمْ وَمَسَاجِدِهِمْ وَبَيْنَهُمْ نَبِيُّهُمْ وَيَتَنَاشَدُوْنَ الْأَشْعَارَ وَيَتَذَا كَرُوْنَ الْأَخْبَارَ وَيَأْكُلُونَ وَيَشْرَبُوْنَ فَمَنْ زَعَمَ أَنَّ الاجْتِمَاعَ الخَالِي مِنَ الحَرَامِ بِدْعَةٌ فَقَدْ أَخْطَأَ فَإِنَّ البِدْعَةَ الَّتِي تَبْتَدِعُ فِي الذِيْنِ وَلَيْسَ هَذَا مِنْ ذَلِكَ. (الرسائل السلفية ص ٤٦)

Para sahabat yang mendapatkan petunjuk berkumpul di rumah- rumah dan masjid-masjid mereka. Di antara mereka ada nabi mereka. Para sahabat membaca syair-syair dan membaca sejarah-sejarah, minum dan makan. Barangsiapa yang beranggapan bahwa perkumpulan yang di dalamnya tidak ada keharaman adalah bid’ah, maka mereka sungguh benar-benar salah. Karena bid’ah yang dilarang adalah sesuatu yang dinilai bid’ah dalam agama, dan perkumpulan ini bukanlah bagian dari itu.  (Ar-Rasa’il As-Salafiyah. Hal: 46)

Kutipan di atas menjadi jawaban bagi mereka yang berasumsi bahwa maulid nabi adalah bid’ah, karena Rasulullah Saw tidak pernah memberi contoh semasa hidupnya. Justru pemahaman mereka mengenai afirmasi sebuah bid’ah amatlah terbatas. Nabi memang tidak pernah mencontohkan, tidak pula memerintahkan kepada para sahabat untuk memperingati hari kelahiran beliau. Tetapi, sahabat melaksanakannya sebagai bentuk syukur atas hadirnya Rasulullah Saw sebagai Rahmatan lil’alamin.

Memang tidak  ada dalil yang spesifik mengenai maulid nabi, dikarenakan memang nabi tidak memerintahkannya kepada sahabat. Namun, sebenarnya nabi telah mempraktikannya sendiri semasa beliau hidup dengan cara berpuasa di hari Senin, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

وحَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا مَهْدِيُّ بْنُ مَيْمُونٍ، عَنْ غَيْلَانَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَعْبَدٍ الزِّمَّانِيِّ ، عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الِاثْنَيْنِ ، فَقَالَ : فِيهِ وُلِدْتُ ، وَفِيهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ

Artinya: Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi, telah menceritakan kepada kami Mahdi bin Maimun, dari Ghailan, dari Abdullah bin Ma’bad az-Zimany, dari Abi Qatadah al-Anshari radiallahu ‘anhu: Sesungguhnya Rasulullah SAW. Ditanyai tentang berpuasa di hari senin, kemudian beliau menjawab: ‘ di dalamnya (hari Senin) aku dilahirkan, dan di dalamnya diturunkan kepadaku (al-Quran).”  (HR. Muslim)

Tidak ada perbedaan pendapat antara Ulama Ahlus Sunnah mengenai hukum perayaan maulid nabi, khususnya di Indonesia sendiri. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa karangan kitab mereka yang dapat dijadikan dalil berdasarkan ijma ulama. Seperti halnya KH. M. Hasyim Asy’ari yang mengupas persoalan perayaan maulid nabi di dalam kitabnya, at-Tanbihat al-Wajibat. Namun, tidak sedikit pula orang-orang yang mampu memahami konteks sebuah karangan dengan baik.

Seperti isu yang sempat gempar di tahun 2023 ini, muncul sebuah tudingan seorang ustadz yang mengatakan bahwa KH. M. Hasyim Asy’ari melarang keras adanya maulid nabi. Tudingan ini ia sampaikan berdasarkan kitab karangan kiai Hasyim sendiri, yang di dalamnya dikatakan لمن يصنع مولد باالمنكرات  . Bahwa orang yang merayakan maulid nabi, berarti ia telah melakukan sebuah kemungkaran. Adanya dugaan yang seperti inilah justru menjadi kesalahan yang sangat fatal. Pemahaman ustadz tersebut amatlah minim dan terbatas.

Yang dimaksud oleh KH. M. Hasyim Asy’ari mengenai pernyataan tersebut, yakni tidak diperbolehkannya  adanya hal-hal yang mengandung kemungkaran dalam perayaan maulid nabi, seperti halnya berjoget dalam pembacaan selawat nabi yang dapat mengurangi kekhusyukan. Justru adanya  perayaan maulid nabi sama sekali tidak mengandung nilai kemungkaran.

A. Takhrij Hadis

NoMuallifNama KitabNomor
1.Imam MuslimShohih Muslim1161
2.Imam Abi DaudSunan Abi Daud2425
3.Imam AhmadMusnad Ahmad22040

B. Hukum Hadis

Hadis ini tergolong shahih, karena masing-masing perawi mencapai derajat tsiqah dan antara masng-masing perawi terkonfirmasi adanya hubungan guru dan murid.

C. Bagan Sanad

Image

D. Penjelasan Hadis

Sebagaimana yang telah dijelaskan, bahwa hadis tersebut merupakan sebuah dalil perayaan maulid nabi sekaligus menjadi jawaban bagi kaum yang menyatakan maulid nabi adalah bid’ah. Rasulullah Saw melaksankan puasa di hari Senin sebagai ungkapan syukur di hari lahir beliau dan hari dimana wahyu pertama kali diturunkan kepada beliau. Meskipun dengan cara yang berbeda, namun, maksud dari perayaan ini adalah sebagai bentuk syukur kepada Allah yang di dalamnya tidak terdapat nilai bid’ah, baik berupa perkumpulan di rumah atau masjid maupun berpuasa di hari lahir Beliau.

Di dalam kitab Fathul Mun’im, Syarah Shohih Muslim, Imam Nawawi berkata, bahwa para sahabat sepakat menjadikan hadis tersebut sebagai dalil dianjurkannya berpuasa pada hari Senin dan Kamis. Karena pada hari Senin beliau dilahirkan dan hari dimana beliau menerima wahyu untuk yang pertama kalinya. Begitu pula melalui perkataan Abu Dawud, bahwa Rasulullah berpuasa hingga terlihat jarang berbuka, dan berbuka hingga terlihat jarang berpuasa, kecuali pada dua hari, yaitu Senin dan Kamis. Kemudian Rasulullah Saw menjelaskan bahwa pada hari Senin dan Kamis adalah hari dimana amal ibadah seorang hamba dilaporkan/ditunjukkan kepada Allah Swt. dan beliau senang apabila berpuasa di hari itu.

Maka, sebagai umat Nabi Muhammad SAW, kita dianjurkan senantiasa bersyukur dengan diutusnya beliau di dunia ini. Salah satunya dengan memperingati hari lahir beliau yang di dalamnya bertujuan untuk memuji dan bershalawat kepada beliau.

E. Aktualisasi                                                                                                                              

Seiring berjalannya waktu, Maulid Nabi Muhammad SAW yang di lakukan oleh seluruh umat islam di berbagai belahan dunia pada bulan Rabiul Awal. Peringatan maulid nabi berkembang luas dan sangat pesat. Bahkan hampir mayoritas umat Islam merayakannya, sebagaimana di Indonesia. peringatan tersebut melebur dalam budaya nusantara yang kemudian menjadi tradisi. Berikut beberapa tradisi perayaan Maulid Nabi di Indonesia:

  • Grebeg Maulud

Tradisi Grebeg Maulud dirayakan di Yogyakarta dengan prosesi arak-arakan membawa makanan dan hasil bumi yang dibentuk menyerupai gunung. Gunungan hasil bumi ini kemudian akan direbutkan.

  • Angka’an Bherkat Molod

Tradisi Maulid Nabi ini dirayakan oleh warga Bawean, Gresik, Jawa Timur. Pada perayaan tersebut, warga Bawean akan mengisi ember-ember dengan makanan. Bherkat tidak hanya diisi dengan nasi atau lauk pauk tetapi juga sembako hingga buah-buahan. Warga akan berkumpul di masjid kemudian menggelar pengajian.

  • Walima, Gorontalo

Tradisi walima di Gorontalo diperkirakan sudah ada sejak abad ke-17 saat Islam masuk ke Bumi  Hulondalo. Tradisi diawali dengan dikili atau tradisi zikir di masjid At-takwa, masjid di tengah desa Bongo. Masyarakat akan menata kue-kue tradisional seperti kolombengi, sukade, wapili, dan telur rebus untuk dibentuk tolangga. Bentuk tolangga akan beraneka rupa mulai dari menara masjid dan kapal laut.

Al-Imam al-Suyuthi dari kalangan ulama’ Syafi’iyyah mengatakan: 

 هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالْاِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ

“Perayaan maulid termasuk bid’ah yang baik, pelakunya mendapat pahala. Sebab di dalamnya terdapat sisi mengagungkan derajat Nabi SAW dan menampakan kegembiraan dengan waktu dilahirkannya Rasulullah SAW.”

Dalam kesempatan yang lain, beliau mengatakan:

 يُسْتَحَبُّ لَنَا إِظْهَارُ الشُّكْرِ بِمَوْلِدِهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَالْاِجْتِمَاعُ وَإِطْعَامُ الطَّعَامِ وَنَحْوُ ذَلِكَ مِنْ وُجُوْهِ الْقُرُبَاتِ وَإِظْهَارِ الْمَسَرَّاتِ  

“Sunah bagi kami untuk memperlihatkan rasa syukur dengan cara memperingati maulid Rasulullah SAW, berkumpul, membagikan makanan dan beberapa hal lain dari berbagai macam bentuk ibadah dan luapan kegembiraan.”

إِنَّ الْاِحْتِفَالَ بِذِكْرَى الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ الشَّرِيْفِ أَصْبَحَ وَاجِبَا أَسَاسِيًّا لِمُوَاجَهَةِ مَا اسْتُجِدَّ مِنَ الْاِحْتِفَالَاتِ الضَّارَّةِ فِيْ هَذِهِ الْأَيَّامِ   

“Sesungguhnya perayaan maulid nabi menjadi wajib yang bersifat siasat untuk menandingi perayaan-perayaan lain yang membahayakan pada hari ini.”

Dari beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi merayakan maulid Nabi Muhammad SAW merupakan bid’ah yang baik , meski tidak pernah dilakukan pada zaman Nabi SAW, karena di dalamnya terdapat sisi mengagungkan dan kecintaan kepada Rasulullah SAW. Maka tradisi tersebut  diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan Syariat Islam.

Kontributor     : Tim Kajian Hadis MAHA 

Editor              : Muhammad Hery Al-Fatih