Ketika Nabi Ajarkan Slow Living
Ketika Nabi Ajarkan Slow Living
Konsep Slow Living dalam perspektif Islam bukanlah konsep hidup dengan bermalas-malasan. Slow Living merupakan refleksi dari sikap terus mengalir dalam menjalani kehidupan saat ini. Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah, MA., Hum., menerangkan bahwasanya Slow Living tidak disebutkan secara tersurat dalam hadis nabawi. Namun, Slow Living dalam perspektif hadis dapat ditemukan dalam kajian hadis-hadis tematik.
Seperti pengamalan hadis tentang iman kepada Qadha’ dan Qadar. Menurut Dr. Ubaydi, dengan mengimani Qadha’ dan Qadar sudah tergolong kepada Konsep Slow Living, baik takdir tersebut khair (baik) maupun syarr (buruk). Dr. Ubaydi mengungkapkan bahwa takdir yang buruk bukanlah untuk memperburuk manusia, namun takdir yang dirasa buruk oleh manusia tersebut justru menjadi sarana untuk menaikkan derajat dan sarana penghilang dosa, serta perantara terjadinya hal-hal positif di kemudian hari nanti.
Disebutkan pula, Rasulullah Saw. pernah menasehati Sayyidina Ibnu Abbas RA. Rasulullah berpesan,
وَاعْلَمْ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ، وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ. أخرجه الترمذي (2516) وأحمد (2803)
Dr. Ubaydi menuturkan bahwa penggalan salah satu hadis di kitab Al Arbain An Nawawiyah ini juga merupakan penerapan dari Slow Living. Karena isi hadis tersebut mengatakan bahwa segala sesuatu yang menimpa seseorang tidak akan meleset kepada orang lain. Meskipun tidak diusahakan, pasti sesuatu itu akan datang kepadanya bagaimanapun caranya nanti. Sebaliknya, sesuatu yang tidak menjadi takdirnya, seberat apapun usaha yang dia lakukan, hal itu tidak akan menimpa dirinya.
Kemudian, menurut Dr. Ubaydi lanjutan dari hadis di atas juga termasuk dalam konsep Slow Living.
وَأَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا. أخرجه الترمذي (2516) وأحمد (2803)
“Maka dari itu, jalanilah hidup dengan apa adanya, karena di balik semuanya pasti ada pelajaran. Suatu kemenangan atau kesuksesan akan diraih dengan kesabaran. Nikmatilah kesabaran dahulu, barulah kemudian pasti akan mencapai kesuksesan. Kebahagiaan didapatkan dengan kesusahan terlebih dahulu. Dan kesulitan yang dirasakan pasti akan diikuti oleh kemudahan,” jelas Dr. Ubaydi.
Slow Living juga tercermin dalam hadis yang diriwayatkan Sayyidina Anas RA. berikut,
التَّأَنِّي مِنَ اللهِ، وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ. أخرجه البيهقي في السنن الكبر (20270)
Ketenangan berasal dari Allah, sedangkan ketergesaan berasal dari setan.
“Nah, maka kemudian konsep slow living dalam hadis itu dapat kita temukan padanannya dalam istilah التأني (pelan-pelan),” ungkap Dr. Ubaydi.
“Hadis التأني من الرحمن والعجلة من الشيطان menganjurkan kita agar pelan-pelan tapi pasti, prosesnya dinikmati, dijalani, nah itu min Allah, karunia Allah. Sebuah anugerah dari Allah yang harus kalian nikmati, kalau kita tidak menikmati hal tersebut, maka tetap tidak akan terasa nikmat sampai kapanpun,” imbuhnya.
Dr. Ubaydi juga berpesan bahwa Slow Living tidak boleh berlebihan. Slow Living berlebih akan menimbulkan rasa malas. Oleh karenanya, Rasulullah Saw. mengajarkan doa kepada umatnya agar senantiasa terhindar dari sifat buruk tersebut.
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْكَسَلِ
Perhatian Dr. Ubaydi ini selaras dengan pemaparan narasumber berikutnya, Dr. H. Fahruddin Faiz, S.Ag., M.Ag. Selaku pemateri yang lihai dalam dunia filsafat, Dr. Faiz menyebutkan bahwa Slow Living berlebih memiliki beberapa dampak bagi mental pelaku. Pelaku konsep Slow Living akan mendapati hidup yang dangkal. Hidup dangkal atau berperang dengan waktu akan dirasakan olehnya, mereka selalu merasa bahwa telah melewati waktu yang teramat lama, namun nyatanya mereka belum mendapatkan hal apapun.
Selain hidup dangkal, Pinkolepsi juga menghantui pelaku Slow Living berlebih. Pinkolepsi adalah kondisi di mana seseorang mengalami kebingungan mendalam menghadapi kehidupan. Kemudian, Dr. Faiz menambahkan bahwa dampak buruk terakhir seorang pelaku Slow Living berlebih adalah lelah batin.
Di akhir, Dr. Faiz memberikan tips agar terhindar dari Slow Living berlebih. Di antaranya:
- Mindfulness, yakni melatih diri sendiri agar selalu fokus dan tenang.
- Minimalism, yaitu hidup berdasarkan pada kebutuhan, bukan atas dasar keinginan.
- Frugal Live, yaitu hidup secara sederhana.
- Menyeimbangkan antara idealisme dan realita.
- Quality Time.
Dr. Faiz berpesan bahwa alternatif di atas tidak harus dilakukan semuanya, namun kita dapat memilih salah satu alternatif tersebut sekiranya cocok dengan diri kita sendiri.
Kontributor: Mawil Hasanah
Editor: Syifa’