Blog

Simposium Fiqhul Hadis Bahas Dinamika Paradigma Cendekiawan Muslim Kontemporer

Simposium Fiqhul Hadis
Berita

Simposium Fiqhul Hadis Bahas Dinamika Paradigma Cendekiawan Muslim Kontemporer

Forum Bahtsul Masail (FBM) Ma’had Aly Hasyim Asy’ari (MAHA) sukses menyelenggarakan acara Simposium Fiqhul Hadis dengan tema “Dinamika Paradigma Cendekiawan Muslim Kontemporer dalam Istinbat Hukum” pada Senin, 27 Oktober 2025. Acara ini menghadirkan tiga narasumber terkemuka, yakni Dr. KH. Mustain Syafi’i, M.Ag., Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah, S.H.I., M.A. Hum., dan K. Moh. Mahfud Ali Amari Sya’roni, S.Ag., serta dimoderatori oleh Ust. Ahmad Wasil Syahir, S.Ag., selaku Kepala Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Ma’had Aly Hasyim Asy’ari.

Simposium ini mengulas secara mendalam dinamika pemikiran Islam kontemporer, khususnya dalam paradigma istinbāṭ hukum. Dalam forum tersebut dijelaskan bahwa terdapat dua arus besar dalam merumuskan hukum Islam: pertama, arus tradisional yang berakar pada pesantren seperti Nahdlatul Ulama, yang menekankan pentingnya sanad keilmuan serta kontinuitas metodologi istinbāṭ para imam mazhab; dan kedua, arus modernis seperti Muhammadiyah dan kalangan akademisi Islam yang menafsirkan hukum melalui pendekatan kontekstual dan rasional berbasis maqāṣid al-syarī‘ah.

Pemateri pertama, K. Moh. Mahfud Ali Amari Sya’roni, S.Ag., menjelaskan bahwa dalam istinbāṭ al-aḥkām terdapat dua metode utama, yaitu qaulī dan manhajī. Keduanya sah digunakan, namun memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Beliau juga memberikan contoh penerapan dari kedua metode tersebut dalam kajian hukum Islam, baik dalam forum Bahtsul Masail maupun dalam fatwa-fatwa ulama kontemporer.

Selanjutnya, Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah, S.H.I., M.A.Hum., menyoroti bahwa perbedaan metodologi sudah muncul sejak masa sahabat Nabi. Menurutnya, sahabat pun sering berdebat dalam memahami hadis. Mengutip Ibnu Qayyim dalam Zād al-Ma‘ād, beliau menekankan pentingnya memahami realitas sosial sebelum menetapkan hukum agar keputusan hukum benar-benar sesuai dengan kemaslahatan yang dibutuhkan masyarakat.

Sementara itu, Dr. KH. Mustain Syafi’i, M.Ag., menegaskan pentingnya kepekaan mahasantri terhadap problematika sosial. Sebab, mahasantri adalah calon ulama, maka mereka diharus peka terhadap realitas masyarakat dan berani menjelaskan kewajiban syariat kepada mereka. Di samping itu, beliau memotivasi mahasantri agar terus semangat dalam belajar, “Kalian harus lebih alim dari pendahulunya, janji loh ya,” ujarnya penuh semangat.

Acara yang berlangsung dengan khidmat dan interaktif ini dihadiri oleh seluruh mahasantri dari angkatan M1 hingga M2. Antusiasme peserta terlihat dari aktifnya diskusi dan banyaknya pertanyaan yang diajukan kepada para narasumber. Simposium ini diharapkan menjadi wadah penguatan keilmuan dan pengayaan metodologis bagi para mahasantri dalam memahami dinamika pemikiran hukum Islam di era kontemporer.

Gambar whatsapp 2025 10 28 pukul 19.18.30 241ee31b
Gambar whatsapp 2025 10 28 pukul 19.18.29 4ef8eb17

Kontributor: Moh. Wildan Husin (Anggota FBM MAHA)