Blog

Muhasabah Corona 2020

Bincang di Masa Pandemi bersama KH. Mustain Syafi'i
Diskusi Publik

Muhasabah Corona 2020

Oleh : Ahmad Musta’in Syafi’ie

(Dishare via What App pada 30 Desember 2020)

Hal paling populis mewarnai tahun ini adalah pandemic. Hampir semua tatanan kehidupan berantakan karenanya : ekonomi, sosial, bahkan ibadah-pun malang kadak. 

Dalam diri manusia ada sensorial, lahiriah dan ada spiritual, batiniyah. Jika salah satunya dominan, maka yang lain pasti kalah. Jika lebih dominan protokol kesehatannya, maka “Tuhan”nya akan terpinggirkan. Agama mengajarkan keduanya dipakai, dengan lebih mengedepankan spiritual.

Nabi Musa A.S. sakit gigi dan merengek-rengek memohon kesembuhan kepada Allah SWT. Disuruhnya ambil daun yang ditunjuk, dihaluskan dan dilaburkan di gigi yang sakit. Dengan izin-Nya, sembuh. Lain waktu sakit gigi lagi dan Musa langsung ambil daun yang sama, digunakan dengan cara yang sama dan tidak sembuh.

Musa protes, : “Ya Tuhan, You serius dengan resep yang Engkau berikan kepadaku kemarin?, kok kini tidak manjur..?”. Tuhan menjawab : “ketika sakit gigi pertama, kamu meminta kesembuhan kepada-KU dan Aku sembuhkan lantaran daun itu. Tapi kini kamu langsung kepada daun dan tidak meminta kepada-KU. Ya silahkan protes kepada daun itu..”.  

Masa pandemik ini, mungkin saja seseorang “meminggirkan” Tuhan-nya, cuma tidak terasa apalagi mengakui. Bahkan aparat bisa bertindak erosional. Pak menteri kesehatan pernah meriwayatkan dari WHO, bahwa “ yang wajib bermasker hanya yang sakit saja”. Tapi polisi mendenda pengendara mobil tak bermasker, meskipun sendirian, sangat steril, ber-Ac dan tertutup. 

Ingat, dulu ada ilmuwan asing memberi tahu, bahwa Corona sudah masuk Indonesia, namun menteri itu mencak-mencak. Pemerintah ikut congkak dengan mempersilahkan kapal pesiar asing bersandar di perairan ibu pertiwi, sementra negara lain menolak. Pariwisata dibuka lebar-lebar dengan memangkas harga tiket besar-besaran. Broll, yang terpapar corona membludak.

Di media ramai sekali orang sakit cenderung dicovid-covidkan. Peti janazah tidak boleh dibuka, langsung dikubur dengan jaminan sudah dimandikan, dikafani dst. Keluarga tidak percaya dan dibuka paksa, ternyata… Subhanallah? Karena sangat banyak, rasanya rakyat tidak bohong.

Pemerintah juga sangat kejam menutup masjid meskipun sudah mematuhi protokol kesehatan, sementara pasar dan lainnya dibuka. Ustadz-ustadz loyalis pejabat mendemonstrasikan dalil-dalil agama mendukung pemerintah. Masjid Istiqlal-pun sempat tidak menyelenggarakan shalat jumah, padahal jamaah sudah datang memadati dengan protokol kesehatan super ketat.

Dan.. tiba-tiba pemerintah membiarkan masjid dibuka kembali. Pastinya, para ustadz pesanan itu kecele dan tertipu, kasihan. Sekarang, Pandemik lebih ganas dan lebih banyak menelan korban. Ulama’ wafat lebih banyak dari pada pemuka agama lain. Logikanya, fatwa menutup masjid seperti yang didalilkan dulu harus tetap eksis, bahkan malah lebih kenceng.

Terpujilah ilmuwan yang punya prinsip dan berkarakter serta tidak mudah apriori terhadap syahwat pemerintah. Sejatinya mereka berilmu tinggi, tapi karena menjabat atau berkepentingan, maka fatwanya tidak sejernih ilmunya. 

Ini bukan menengok ke belakang, melainkan muhasabah dengan proyeksi ke depan lebih baik. Konon, kini virus Corona bermutasi, sementara wong asing ditolak masuk negeri ini. Bagus, semoga tidak terperosok dua kali dalam lobang yang sama. Jika mau sembuh, seseorang harus siap menelan pil sepahit apapun.

Barakallah fikum.