Kecintaan Rasulullah Terhadap Wanita
Kecintaan Rasulullah Terhadap Wanita
Oleh :
Tim Kajian Hadis Ma’had ‘Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang
Hadis yang ditelusuri berikut ini merupakan hadis yang terdapat dalam salah satu kitab karangan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari yang berjudul Dhaw’ al Misbah halaman 4 (empat) cetakan Maktabah Turos Islamy Tebuireng
أَخْبَرَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ اللهِ بْنُ يُوسُفَ، أنبأ أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ الْحَسَنِ الْقَطَّانُ، ثنا عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ أَبِي عِيسَى الْهِلَالِيُّ، ثنا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، ح وَأَخْبَرَنَا الْإِمَامُ أَبُو إِسْحَاقَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، أنبأ أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ إِسْمَاعِيلَ، ثنا مُطَيَّنٌ، ثنا عَلِيُّ بْنُ الْجَعْدِ، قَالَا: ثنا سَلَّامٌ أَبُو الْمُنْذِرِ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” إِنَّمَا حُبِّبَ إِلِيَّ مِنْ دُنْيَاكُمُ النِّسَاءُ وَالطِّيبُ وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ ” (رواه البيهقي)
Terjemah : Sesungguhnya Rasulullah Shalla Allahu ‘alaihi wa Sallam bersabda “Dijadikan kecintaan pada diriku dari dunia kalian wanita-wanita dan wewangian dan dijadikanlah penyejuk hatiku dalam shalat”
A. Hasil Takhrij
NO | KITAB | BAB | No. HADITS | JUZ | MUALLIF |
1 | Musnad Ahmad |
مسند أنس بن مالك |
122293 | 19 | Ahmad bin Muhammad bin Hambal |
122294 | 19 | ||||
13057 | 20 | ||||
14037 | 21 | ||||
2 | Sunan An-Nasa’i |
حب النساء |
3939 | 7 | Ahmad bin Syu’aib al-Khurasany |
3940 | |||||
3 | As-Sunan al-Kubro li an Nasa’i |
حب النساء |
8836, 8837 | 8 | Ahmad bin Syu’aib al-Khurasany |
4 | Musnad Abi Ya’la |
ثابت البناني عن أنس |
3482 | 6 | Ahmad bin Ali bin al-Mutsanni al-Maushily |
3530 | 6 | ||||
5 | al-Mustadrak li al-Hakim |
كتاب النكاح |
2676 | 2 | Abu Abdillah Muhammad bin Abdullah |
6 | Mustakhroj Abi ‘Awanah |
ذكر حض النبي |
4020, 4021 | 3 | Abu ‘Awanah Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim an-Naisabury |
7 | As Sunan al Kubro li Baihaqy |
الرغبة فى النكاح |
13453 | 7 | Abu Bakar Ahmad bin Husen al Baihaqy |
Berdasarkan hasil penelusuran, hadis yang tercantum dalam kitab karangan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari tersebut terdapat dalam 9 (sembilan) kitab Mashodir Ashliyyah (sumber-sumber hadis), namun hanya 7 (tujuh) yang kami cantumkan. Adapun matan yang sesuai dengan yang ditulis Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari adalah yang terdapat dalam Sunan Kubro li al Baihaqy, dan hadis tersebut yang ditelusuri.
B. Biografi Rowi
Daftar perowi hadis :
- Anas bin Malik (Abu Hamzah) Al-Madani, wafat tahun 92H pendapat lain 93H.
- Tsabit bin Aslam Al-Banani (Abu Muhammad) Al-Bashri, wafat tahun 120H
- Salam bin Sulaiman (Abu Mundzir) Al-Mazani, wafat tahun 171H
- Abdul Wahid bin Washil (Abu Ubaidah Al-Haddad) Al-Bashri, wafat tahun 190H
- ‘Affan bin Muslim (Abu Utsman As-Shafar) Al-Bashri, wafat tahun 219H di Baghdad
- Husain bin ‘Isa (Abu Ali Al-Kharasani) Al-Qumasi, wafat tahun 247H di Naisabur
- Ja’far bin Sulaiman (Abu Sulaiman) Al-Bashri, wafat tahun 178H
- Sayyar bin Hatim (Abu Salamah) Al-Bashri, wafat tahun 200H
- Ali bin Muslim At-Thusi, lahir tahun 160H dan wafat tahun 253H di Baghdad
- Khodir bin Aban (Abu al-Qosim) Al-Hasyimi, wafat antara tahun 261-270H
- Muhammad bin Ya’qub (Abu al-‘Abbas) An-Naisaburi, wafat tahun 269H
- Abu Ishaq Muhammad bin Ibrohim Al-Isfaroyni, wafat tahun 418H
- Musa bin Isma’il (Abu salamah at-Tabudzki) Al-Bashri, wafat tahun 223H di Baghdad
- Ali bin Hasan (Abu al-Hasan al-Hilali) Ad-Darabjirdi, wafat antara tahun 261-270H
- Abu Bakar Muhammad bin Husain (al-Qatthan), wafat tahun 332H
Biografi rawi thobaqoh sahabat :
Anas bin Malik bin An-Nadhor bin Dhomdhom bin Zaid bin Haram bin Jandab bin ‘Amir bin Ghonam bin ‘Ady bin An-Najar Al-Anshory An-Najary ayah dari Hamzah al-Madany merupakan salah satu sahabat nabi yang cukup banyak meriwayatkan hadis yang dipopulerkan oleh Bukhori, Muslim, Abu Dawud, at-Thirmidzi, an-Nasaiy, dan Ibnu Majah. Sahabat Anas bin Malik merupakan salah satu khodim (pembantu) Nabi saw, yang menghidmatkan hidupnya untuk Nabi selama 10 tahun. Beliau juga salah satu sahabat yang tercatat sebagai Ahlu al-Badr dimana ketika beliau mengikuti perang ini beliau belum baligh. Setelah kepergian nabi, sahabat Anas masih diberi umur yang cukup panjang yakni 83 tahun, yang menjadikannya mampu mengumpulkan banyak hadis dari sahabat-sahabat lain dan meriwayatkan hadistnya di tengah-tengah masyarakat.
Setelah kehidupanya di Madinah beliau pindah dan menetap di Basrah yang saat ini merupakan salah satu kota dari 3 kota terbesar yang berada di Irak. Di sini beliau mengajarkan hadis ke masyarakat setempat, dan di Basrah ini pula banyak murid beliau dari kalangan tabiin belajar dan meneruskan periwayatan hadis yang didapatnya dari para Sahabat, seperti : al-Hasan, Ibnu Sirin, Tsabit al-Bany dan masih banyak lagi.
Sahabat Anas tercatat meriwayatkan 1286 hadis di mana ada 168 hadis yang disebutkan di dalam kitab Shahih al Bukhori dan Shahih Muslim secara bersamaan, 83 hadis yang hanya disebut di kitab Shahih al Bukhori dan 71 hadis yang hanya disebut dalam Shahih Muslim. Beliau wafat saat berada di luar Basrah dan dimakamkan di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Qosrul Anas. Tercatat ada dua pendapat tentang tahun wafat beliau, ada yang mengatakan beliau wafat pada tahun 92 H. Ada juga yang mengatakan beliau wafat pada tahun 93 H.
C. STATUS RAWI
1. Abu Muhammad Abdullah bin Yusuf
Dalam kitab Al-Salsabil An-Naqy Fi Tarajimi Syuyukhi Al-Bayhaqi halaman 437, menurut al-Khotib biliau adalah Tsiqot.
2. Abu Bakar Muhammad bin Al-Husain bin Al-Hasan Al-Qothon.
Dalam kitab Tarikh Al-Islam, juz VII, halaman 95, disebutkan bahwa:
- Abu Abdillah Al-Hakim berkata: “Beliau adalah as-syaikh yang sholih, menjadi sandaran penduduk Naisabur dan termasuk guru orang Naisabur di zamannya.
- Abu ‘Amad Al-Hambaly memasukan beliau dalam as-syidrat lalu beliau membiarkannya.
3. Ali bin Al-Hasan bin Abi Al-‘Isya Al-Hilaly.
Dalam kitab Al-Salsabil An-Naqy Fi Tarajimi Syuyukhi Al-Bayhaqi, disebutkan bahawa :
- Beliau disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab At-Tsiqot.
- Menurut Ad-Dzahabi beliau termasuk At-Tsiqot Al-Maamun.
- Menurut Muhammad bin Abdul Al-Wahab beliau Tsiqot Shuduq.
4. Musa bin Isma’il
Dalam kitab Tahdzibul Kamal juz 29 halaman 24-27, disebutkan bahwa:
- Menurut abu Hatim Ar-Razy beliau termasuk Tsiqot.
- Menurut Ad-Dzahabi beliau adalah Al-Hafidz Tsiqot Tsabata.
- Beliau juga disebutkan dalam Tsiqoh li ibni Hibban dan beliau menyebutkan bahwa beliau termasuk dalam
5. Sallam Abu Mundzir
Dalam kitab Tahdzibul Kamal juz 12 halaman 289-290, disebutkan bahwa:
- Menurut Abu Hatim Ar-Razy beliau termasuk Shaduq Shalihul Al-Hadist.
- Menurut Yahya bin Mu’ayyan beliau menyebutkan La ba’sa bihi
- Menutrut Abu Daud as-Sajastany beliau menyebutkan La ba’sa bihi
6. Tsabit bin Aslam Al-Banany
Dalam kitab Tahdzibul Kamal , juz 4 halaman 346 , disebutkan bahwa:
- Menurut Abu Hatim ar-Razy beliau termasuk Tsiqot Shuduq.
- Menurut Ahmad bin Hambal beliau termasuk Tsiqoot Ma’munin.
Dalam kitab Taqribu at-Tahdzib juz 1 halaman 132 , disebutkan bahwa:
- Menurut Ibnu Hajar al-Asqolany beliau Tsiqot ‘Abid.
Dari keterangan di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwasannya hadis di atas berstatus Dho’fu al Isnad sebab terdapat dua rawi yang bernama Sallam Abu Mundzir dan Abu Bakar Muhammad bin Al-Husain bin Al-Hasan Al-Qothon yang oleh beberapa riwayat disebutkan dengan istilah penta’dilan yang lemah, sehingga periwayatannya perlu dikuatkan. Namun setelah melalui proses i’tibar status hadis di atas berubah menjadi Shohih al Isnad. Sebab, periwayatan hadis ini tidak bertentangan dengan periwayatan lain yang bersumber dari jalur lain yang diriwayatkan oleh rawi-rawi yang tsiqoh. Salah satunya jalur periwayatan dari an Nasa’i. Jalur periwayatan hadis ini bertemu dengan jalur periwayatan an Nasa’i pada thobaqoh ke-3, yakni Salam bin Sulaiman (Abu Mundzir) Al-Mazani yang mana jalur ini berstatus Shohih al Isnad sebab seluruh perawinya berstatus tsiqoh. Wallahu a’lam
D. Analasis Hadis
Hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik ini menunjukkan komitmen yang dibangun Rosulullah SAW atas dua hal yang menjadi pondasi dasar agama, yakni :
التَّعْظِيمُ لِأَمْرِ اللَّهِ وَالشَّفَقَةُ عَلَى خَلْقِ اللَّهِ
Memaksimalkan diri dalam melaksanakan perintah Allah dan Membangun kepedulian atau kecintaan terhadap sesama makhluk. Atau yang biasa kita sebut dengan Hablun min Allah dan Hablun min an Nas (hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama makhluk).
Komitmen pertama yakni Hablun min Allah diwakili dengan sabda Rasulullah yang berbunyi wa ju’ilat qurrotu ‘ainy fi as sholah. Realisasi dari komitmen ini ialah dengan memaksimalmakan diri dalam memelaksanakan segala perintah Allah. Adapun penggunaan lafadz الصلاة dalam hadis ini dikarenakan shalat merupakan sebentuk munajat (bisikan) yang mewakili usaha seorang hamba dalam membangun relasi dengan Tuhannya. Dan melaksanakan shalat secara sempurna merupakan sebentuk pengoptimalan diri dalam melaksanakan perintah Allah, seperti sabda Rasulullah SAW berikut;
قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُصَلِّي يُنَاجِي رَبَّهُ نَتِيجَةُ التَّعْظِيمِ عَلَى مَا يَلُوحُ مِنْ أَرْكَانِهَا وَوَظَائِفِهَا
Namun, hal terpenting yang perlu diketahui adalah, tujuan disampaikannya wa ju’ilat qurrotu ‘ainy fi as sholah setelah Rasulullah menyampaikan kecintaannya terhadap wanita dan wewangian adalah untuk menjelaskan bahwasannya kecintaan beliau terhadap dua hal itu tidaklah sedikitpun memalingkan Rasulullah atas kewajibannya dalam menyampaikan risalah dan menggeser kecintaannya yang hakiki terhadap Allah SWT.
Awal mula hadis ini menunjukkan bahwasannya telah dijadikan dalam diri Rasulullah adanya kecintaan terhadap dua hal yakni wanita dan wewangian, yang mana dua hal ini yang kemudian mewakili komitmen kedua Rasulullah berupa Hablun min an Nas.
Penyebutan wanita sebagai salah satu hal yang dicintai Rasulullah dari hal-hal dunia tentunya bukanlah tanpa alasan. Rasulullah sedang mengajarkan kepada umatnya bahwasannya timbulnya rasa cinta dari seseorang terhadap seorang wanita bukanlah hal yang tercela melainkan memang merupakan tabi’at yang telah ditakdirkan Allah ada dalam diri tiap hambaNya. Hal ini tentunya senada dengan ayat al- Quran surat ar Rum ayat 21;
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (21)
Disamping itu dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim Rasulullah juga telah bersabda bahwasannya wanita adalah sebaik-baik perhiasan yang Allah hadirkan di dunia ini;
الدُّنْيَا مَتَاعٌ، وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ (رواه المسلم)
Adapun الطيب memberikan sebuah gambaran kesempurnaan aspek khilqiyyah (fisik) dan pribadi Rosulullah. Di samping menyempurnakan akhlak namun Rasulullah juga sangat menjaga penampilan luarnya, yang mana penampilan luar merupakan cerminan dari pribadi setiap orang. Untuk mewujudkan kesempurnaan komitmen hablun min an nas, Rasulullah memberi contoh kepada umatnya agar senantiasa menjaga kenyamanan orang yang ada di sekitarnya dengan menjada penampilan fisik. Di samping itu, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam Tirmidzi disebutkan bahwa Allah mencintai hal-hal yang baik, bersih dan perangai yang baik. Sehingga mencintai wewangian yang memunculkan suasana bersih dan nyaman sama halnya dengan mencintai apa yg dicintai Allah.
إنَّ اللَّهَ تَعَالَى طَيِّبٌ يُحِبُّ الطِّيبَ نَظِيفٌ يُحِبُّ النَّظَافَةَ كَرِيمٌ يُحِبُّ الْكَرَمَ جَوَّادٌ يُحِبُّ الْجُودَ فَنَظِّفُوا أَفْنِيَتَكُمْ وَلَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ (رواه الترميذي)
Terlepas dari adanya daya tarik setiap wanita, perlu diingat bahwa keberadaan wanita sangatlah menentukan eksistensi kaum muslimin di muka bumi ini. Sebab, keberadaan wanita-wanita sholehah akan memastikan lahirnya generasi kaum muslimin yang sholeh. Sehingga keberadaan tabiat manusia yang memiliki kecenderungan terhadap para wanita, jika diarahkan pada keberadaan pensyariatan menikah dalam Islam, akan bermuara pada lahirnya generasi-generasi Islam yang berkualitas. Karenanya, berlatar belakang hal tersebut kemudian Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari memilih hadis ini sebagai pembuka dalam karangannya yang membahas tentang pernikahan.
Namun pembahasan tidak berhenti sampai di sini. Tujuan dari pensyaariatan menikah tentunya bukan hanya sebatas pemenuhan biologis saja. Namun juga terdapat aspek lain. Karenanya pembelajaran tidak bisa hanya dihentikan sampai disini. Dalam kitabnya setelah hadis ini beliau menuliskan hadits lain yang menjelaskan tentang aspek-aspek yang lain terkait dengan pernikahan yang insya Allah akan dipaparkan dalam kajian yang yang selanjutnya. Wallahu a’lam.
- Sumber-sumber analisis hadits;
- Nailul Awthar karangan Muhammad bin ‘Ali asy-Syawkani halaman 163-164
- Hasyiyah as-Suyuthi ‘ala as-Sunan an-Nasa’i karangan Jalaluddin as-Suyuthi juz 7 halaman 61-63
- Hasyiyah as-Sanadi ‘ala as-Sunan an-Nasa’i karangan Muhammad bin ‘Abdul Hadi as-Sanadi juz 7 halaman 61-63
Jombang, 12 Maret 2018