Sosok Prof. Dr. KH. Djamaluddin Miri di Mata Mahasantri
Sosok Prof. Dr. KH. Djamaluddin Miri di Mata Mahasantri
Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari kehilangan sosok yang sangat luar biasa, disiplin waktu, serta sosok yang mengajak mahasantri untuk berpikir kritis dan berwawasan luas. Beliau adalah Prof. Dr. KH. Djamaluddin Miri, salah satu dosen senior di Ma’had Aly Hasyim Asy’ari. Wafatnya beliau menimbulkan luka yang teramat dalam bagi seluruh dosen maupun mahasantri, Kamis (13/02/2020). Isak tangis mahasantri Ma’had Aly membuncah seketika dikarenakan ketidakpercayaan mereka akan wafatnya beliau.
Beliau telah memberikan tauladan yang banyak pada semua orang tak terkecuali mahasantri. Kehilangan beliau membuat segenap keluarga besar mahasantri Ma’had Aly angkat suara untuk menyampaikan pendapat-pendapat mereka mengenai sosok beliau yang sangat sulit tergantikan.
Pendapat yang pertama ialah yang disampaikan oleh Nailia Maghfiroh salah satu mahasantri kesayangan beliau juga ketua SEMA periode 2019/2020. Nailia mengungkapkan bahwa Prof. Jamal adalah sosok dosen yang cerdas, disiplin, kerja keras juga memerhatikan mahasantrinya. Cerdas yang dimaksud, menurut Nailia, adalah karena beliau selalu mampu menggiring mahasantinya untuk keluar dari dinding-dinding pembatas yang ada di kelas. “Tantangan pertanyaan yang beliau sampaikan ketika di kelas (dengan tawa renyah gaya khasnya) selalu mampu memicu adrenalin saya untuk terus belajar dan mempersiapkan materi sebelum mengikuti kelas beliau,” ungkap Nailia.
Nailia juga mengatakan bahwa Prof. Jamal merupakan sosok yang disiplin dan kerja keras karena selain disiplin dengan waktu, beliau juga merupakan sosok yang sangat disiplin dengan ilmu. Ini terbukti bahwa setiap kelas yang beliau isi harus mengungakan bahasa pengantar berupa Bahasa Arab. Saya termasuk salah satu mahasantri yang tidak memiliki bekal muhadatsah sama sekali ketika masuk Ma’had Aly. Kemampuan Bahasa Arab saya terbatas pada kemampuan membaca kitab, tapi saat pertama kali masuk Mahad Aly dan kelas pertama yang saya masuki adalah kelas Profesor Jamal dengan kemampuan Bahasa Arab beliau yang sedemikian sulit saya cerna di awal, terlebih beliau mengatakan, “Mahasantri Ma’had Aly haram berbicara selain berbahasa Arab, kalau ketemu saya harus berbahasa Arab, saya gak paham selain Bahasa Arab.” Itu salah satu motivasi saya hingga saya semangat sekali berbicara di kelas, salah pun saya tidak peduli. Saya masih ingat betul saat itu, saya belum berhasil menyelesaikan makalah kamilah, lalu beliau bertanya “Kenapa belum selesai?” Saya ingin menjawab “Tadi malam” tapi saya tidak tau apa bahasa Arabnya, lalu saya katakan “Tadi malam apa Prof bahasa Arabnya?” Beliau tersenyum sambil mengatakan فى البارحة dan itu pertama kalinya saya tahu kata itu Hingga saat ini, Allahu yarham.” Selain itu beliau juga merupakan sosok yang kerja keras. Ini terbukti dari konsistensi beliau yang bolak-balik Jombang Surabaya dengan menggunakan kendaraan umum. Beliau merupakan dosen yang sangat aktif dan jarang absen kecuali jika benar-benar sakit.
Profesor juga merupakan sosok yang sangat perhatian kepada muridnya. Nailia mengungkap, “Perhatian: Percayalah, bahwa Prof. Jamal adalah salah satu guru yang sangat memahami kemampuan muridnya sekalipun si murid tidak menunjukkannya, kalau beliau mengenal saya itu wajar. Tapi ini kami buktikan ketika ada salah satu dari teman-teman saya yang memang mahir Bahasa Arab, cerdas ilmu alat, tapi jarang disorot guru karena dia kurang aktif, tapi dalam beberapa pertemuan, Profesor sudah mengenalinya, menghafal namanya bahkan, memujinya, hingga akhirnya dia bangkit dan ditunjukkan ketika dia (teman saya) presentasi, nampaklah kefasihannya berbahasa Arab.”
Ungkapan selanjutnya disanpaikan oleh Muhammad Khairul Umam selaku Ketua DEMA 2019/2020. Umam berpendapat bahwa beliau merupakan sosok yang peka terhadap kemampuan muridnya. Beliau bisa tahu mana mahasantri berpotensi dan mana yang belum punya potensi tanpa harus mendekati mereka. “Kalau saya sendiri pendiam jadi kayaknya tidak ada momen yang sangat berkesan yang jelas beliau sosok yang penuh dengan ilmu, dan bisa dijadikan motivasi dalam menuntut ilmu. Sangat open minded serta membuka wawasan selama seseorang mengemukakan pendapat dengan berdasarkan dalil atau hujah beliau fine-fine saja dan siap untuk menerima pendapat itu,” ungkap Umam.
Ungkapan berbeda disampaikan oleh Mustofa Bisri selaku Ketua Dema 2020/2021. Mustofa berpendapat bahwa selain disiplin waktu, Profesor juga merupakan sosok yang humoris dan asik saat mengajar, karena penyampaian beliau mudah dipahami dan diserap. Beliau juga sering menyelipkan pelajaran tambahan seperti tasawuf dalam jam pelajarannya. “Hal itu perlu diteladani dari beliau dan dulu beliau pernah menerapkan kedisiplinan juga kepada teman-teman mahasantri. Beliau pernah berkata apabila ada mahasantri yang terlambat ‘Dari mana kamu kok baru datang?’ tanya Prof. Jamal. ‘Ngapunten ustadz ketiduran baru bangun’ balas mahasantri, kemudian beliau memberikan komentar yang humoris sekaligus mendidik ‘sampeyan lanjutkan tidurnya saja, tolong tutupkan pintunya dari luar’. Spontan mendengar itu teman-teman mahasantri tertawa, dan keesokan harinya mahasantri lebih menghargai waktu lagi.”
Menurut Kosma semester 2 putri, Mudhiatul Kholidah, Prof. Jamal merupakan sosok yang lebih dari sekedar tauladan. Meski pertemuan dengan semester 2 hanyalah singkat, namun Profesor telah meninggalkan kesan yang begitu dalam di hati para mahasantri. “Dengan kisah singkat dalam pertemuan terakhir kala itu, ketika kami memohon maaf karena ketidak tahuan kami dan ketidak tangkapan kami dalam memahami materi Takhrij. Beliau hanya berkata, ‘Ya tidak apa-apa wajar kalau murid tidak cepat tahu. Justru saya lebih heran kalau kalian mahir sebelum saya beritahu, kita akan kembali belajar dipertemuan selanjutnya.’ Sampai sekarang pertemuan itu menjadi pembelajaran terakhir kami.” (Mudhiatul Kholidah, Kosma Semester 2)
Demikianlah beberapa ungkapan mahasantri terkait beliau. Beliau memang sosok yang tiada duanya. Berwawasan luas namun tampil sederhana. Selamat jalan Profesor Semoga kami bisa meneladani setiap tauladan yang engkau berikan. (Qurratul Adawiyah)