Dukun Menurut Perspektif Hadis
Dukun Menurut Perspektif Hadis
Istilah “dukun” tidak asing lagi terdengar di telinga kita, khususnya bagi sebagian golongan masyarakat yang masih kental dengan tradisi adat istiadatnya. Dukun secara umum dapat dipahami sebagai orang yang memiliki kelebihan dalam hal kemampuan supranatural dan hal gaib, sehingga menyebabkan ia dapat memahami hal-hal yang tidak kasatmata.
Dukun seringkali meramal tentang hal gaib dan hal mistis yang tidak bisa dicerna oleh logika manusia, dan tak jarang ramalan dukun tersebut seringkali benar. Kehebatan dukun lainnya yakni mampu membantu menyelesaikan masalah di masyarakat, seperti menyembuhkan penyakit, gangguan sihir, kesialan, menemukan barang yang hilang, serta mampu menjadi perantara pesugihan. Sehingga banyak masyarakat yang percaya akan kesaktiannya dan tak jarang banyak masyarakat berbondong-bondong datang mendatanginya untuk meminta bantuan terkait problemnya masing-masing, bahkan ada yang sampai mengkultuskannya.
Padahal perilaku tersebut bertentangan dengan hadis Nabi Muhammad SAW yang melarang mendatangi dukun apalagi sampai mempercayainya, seperti hadis riwayat Imam Muslim berikut:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى الْعَنَزِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ صَفِيَّةَ عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna al-‘Anazi; Telah menceritakan kepada kami Yahya yaitu Ibnu Sa’id dari ‘Ubaidillah dari Nafi’ dari Shafiyyah dari sebagian para istri Nabi ﷺ, dari Nabi ﷺ bersabda, “Barangsiapa mendatangi tukang ramal lalu dia bertanya kepadanya tentang suatu hal, maka salatnya tidak akan diterima selama empat puluh malam.” (HR Muslim nomor 4137)
A. Takhrij Hadis
NO | Mualif | Kitab | Nomor Hadis |
1 | Imam Muslim | Shohih Muslim | 4137 |
2 | Imam Ahmad bin hanbal | Musnad Ahmad | 9536, 16638, 23222 |
B. Hukum Hadis
Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya (Shahih Muslim). Sebuah kitab yang termasuk salah satu dari kitab shahihain, yakni dua kitab hadis yang menjadi rujukan utama setelah Al-Qur’an serta mencapai derajat hadis shahih menurut ulama muhaddisin.
Hadis ini kemudian didukung oleh riwayat hadis lain dari Imam Ahmad yang kualitas para perawinya mencapai derajat tsiqah. Disamping derajat hadisnya shahih secara sanad hadis ini juga shahih secara matan.
C. Bagan Sanad
D. Syarh Hadis
Hadis riwayat Imam Muslim di atas menjelaskan tentang hukuman bagi orang yang mendatangi dukun yakni salatnya tidak akan diterima selama 40 malam. Sedangkan dalam riwayat Imam Ahmad diterangkan dalam hadisnya yakni sholatnya tidak akan diterima selama 40 hari.
Dalam kitab al-Minhaj Fi Syarh Shahih Muslim, Imam Nawawi Sang Muallif menjelaskan maksud pengertian dukun (dalam bahasa Arab عرّافا ) yakni peramal atau dukun. Mengutip dari pendapat al-Khattabi dukun adalah orang yang menggunakan pengetahuan tentang keberadaan barang yang dicuri dan sesuatu yang hilang ataupun semisalnya.
Lanjut, Imam Nawawi menjelaskan maksud dari tidak diterimanya salat orang yang mendatangi peramal selama 40 malam yakni ketika ia mengerjakan salat tapi tidak mendapatkan pahalanya, walaupun begitu salat tersebut telah cukup untuk menggugurkan kewajiban salatnya.
Sedangkan hadis yang diriwayatkan Iman Ahmad dalam kitabnya Musnad Ahmad dari jalur lain, yakni jalur dari Abu Hurairah memberikan keterangan lain, bahwa orang yang mendatangi peramal (dukun) atau pendeta dan percaya pada apa yang dikatakannya, maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Dapat disimpulkan bahwa dalam hadis riwayat Imam Ahmad ini akibat yang ditimbulkan bahkan lebih besar lagi, yakni dihukumi kafir bagi pelaku yang mempercayai dukun yang artinya sama halnya menyekutukan Allah.
E. Aktualisasi Hadis
Ciri utama seorang dukun atau peramal adalah ia akan sering sekali membahas tentang sesuatu yang bersifat gaib. Dukun sendiri sejatinya telah ada sejak zaman dahulu bahkan zaman nabi Muhammad SAW, dikisahkan ketika awal-awal Rasullullah mendakwahkan Islam, ada seorang dukun yang terkenal bernama Al-Azdi yang bermaksud ingin mengobati nabi karena dianggap gila, namun pada akhirnya dukun tersebutlah yang justru masuk Islam.
Pada akhir-akhir ini marak dukun yang berdalih sebagai ulama dengan mencampuradukkan agama dengan hal-hal gaib yang ia kuasai, seperti bisa menyembuhkan penyakit dan paham tentang hal-hal gaib, yang tentu saja dengan dengan dalihnya tersebut banyak masyarakat yang tertarik dan mendatanginya.
Kebanyakan masyarakat juga sulit membedakan antara dukun/peramal dengan ulama, karena ada juga ulama yang paham tentang hal-hal yang paham metode penyembuhan yang berhubungan dengan santet, sihir dan gaib.
Namun salah satu cara membedakan antara ulama dan dukun, yakni ulama mempunyai ilmu yang bersanad atau ketersambungan keilmuan dengan gurunya sampai pada Rasulullah SAW sehingga apa yang ia kerjakan tidak bertentangan dengan agama Islam. Kemudian ulama ketika menggunakan metode penyembuhan yang dibaca adalah ayat-ayat Al-Qur’an atau yang biasa dengan istilah ruqyah, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa sebenarnya ia hanya mendoakan kesembuhan saja bukan bisa menyembuhkan.
Sudah sepantasnya bagi kita menghindari perdukunan, apalagi sampai mempercayainya, karena akan menimbulkan kesyirikan, kecuali ruqyah atau suwuk karena hal tersebut sifatnya hanya meminta berkah doa pada orang saleh yang telah terbukti kesalehannya.
Sebagai muslim, tugas kita yang paling pokok adalah hanya yakin dan percaya kepada Allah SWT saja, kemudian senantiasa berdoa dan memohon perlindungan kepadanya, rajin beribadah, membaca Al-Qur’an, berdzikir serta melaksanakan amalan-amalan terpuji lainnya .
Oleh : Muhammad Fatkhun Niam
Editor : Himmayatul Husna