Kaleidoskop Karya Tulis Hadratussyaikh
Kaleidoskop Karya Tulis Hadratussyaikh
Oleh: M. Rizki Syahrul Ramadhan*
“Hasyim Asy’ari was a prolific author with numerous important works to his credit. He wrote for the most part in Arabic, producing studies in the fields of sufism, substantive law (fiqh), the Prophetic tradition (hadith) and other Islamic sciences, many of which are still used in pesantrens today” – Lathiful Khuluq
Menemukan karya Hadratussyaikh
Ketika menelusuri karya tulis Hadratussyaikh, pandangan mata pertama-tama akan langsung tertuju pada kitab Irsyaadu al-Saariy yang diterbitkan oleh Maktabah Turots al-Islami Tebuireng. Bukan tanpa alasan, kitab tersebut memang banyak dijadikan rujukan penelitian ketika membahas tentang Hadratussyaikh. Irsyaadu al-Saariy, kitab ini telah dicetak dalam lima versi dengan tambahan konten setiap versi barunya. Rincian konten dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
No | Judul Konten | Terdapat dalam Edisi | |||
1 | Adaab ‘Aalim wa Muta’alim | Pertama (Hijau) | Kedua (Cokelat) | Edisi Ketiga (Ungu) | Edisi Keempat (Hijau) |
2 | Risaalah Ahlussunnah wal al-Jamaa’ah fi Bayaan al-Musamaah bi Ahlissunnah wa al-Jamaa’ah | ||||
3 | Al-Tibyaan fii al-Nahyi ‘an Muqaatha’at al-Arhaam wa al-Ikhwaan | ||||
4 | Al-Nuur al-Mubiin fii Mahabbat Sayyid al-Mursaliin | ||||
5 | Ziyaadah al-Ta’liiqaat ‘alaa Mandhuumah al-Syaikh Abdillah Yaasiin al-Faasyuruwaaniy | ||||
6 | al-Tanbiihaat al-Waajibaat li Man Yashna’ al-Maulud bi al-Munkaraat | ||||
7 | Dhou’ al-Mishbaah fii Bayaan Ahkaam al-Nikaah | ||||
8 | Irsyaad al-Mu’miniin ilaa Siirah Sayyid al-Mursaliin (Karya Gus Ishom) | ||||
9 | Miftaah al-Falaah fii Bayaan Ahaadiits al-Nikaah (Karya Gus Ishom) | – | – | ||
10 | Audhoh al-Bayaan fii Maa Yata’allaq bi Wadhaaif Ramadhaan | – | Ketiga (Ungu) | Keempat (Hijau) | |
11 | Al-Manaasik al-Shughraa li Qaashid Umm al-Quraa | – | |||
12 | Jaami’ah al-Maqaashid fii Bayaan Mabaadi’ al-Tauhiid wa al-Fiqh wa al-Tashawwuf li al-Muriid | – | |||
13 | Risaalah Tusammaa bi al-Jaasuus fii Bayaan Ahkaam al-Naaquus | – | |||
14 | Muqaddimah al-Qaanuun al-Asaasiy li Jam’iyyah Nahdlah al-‘Ulamaa’ | – | – | – | |
15 | Risalah fii Ta’kid al-Akhdz bi Madzhab al-Aimmah al-Arba’ah | – | – | – | |
16 | Risalah Tusammaa bi al-Mawa’idh | – | – | – | |
17 | al-Arba’iin Hadiitsan Nabawiyyan Tata’allaqa bi Mabaadi’ li Jam’iyyah Nahdlah al-‘Ulamaa’ | – | – | – | |
18 | Abyan al-Nidhaam fii Bayaan Maa Yu’mar bihi au Yanhaa ‘anhu min Anwaa’ al-Shiyaam | – | – | – | |
19 | Ahsan al-Kalaam fii Maa Yata’allaqa bi Wadhaaif Ramadhaan | – | – | – | |
20 | Risaalah fi Jawaaz al-Taqliid | – | – | Ketiga (Ungu) | Keempat (Hijau) |
21 | Al-Durar al-Muntatsirah | – | – | ||
22 | Tamyiiz al-Haqq min al-Baathil | – | – | ||
23 | Risaalah fi al-‘Aqaaid | – | – | – | |
24 | Risaalah fi al-Tasawwuf | – | – | – |
Apakah karya tulis Hadratussyaikh hanya terdapat dalam Irsyaadu al-Saariy? Ternyata tidak. Jika kita membaca hasil penelitian tentang Hadratussyaikh, dapat kita ketahui bahwa terdapat rujukan lain yang dijadikan media membaca karya tulis Hadratussyaikh. Dalam tesis Lathiful Khuluq misalnya, tertulis referensi kitab Hadratussyaikh yang diakses melalui terjemahan KH. A. Abdul Chamdi (1971), AD/ART NU (1985), Hoofbestuur NO (1936), terjemahan Hamka (1959), dan lain sebagainya.
Hal yang menarik dari tempat ditemukannya karya asli Hadratussyaikh di atas adalah selisih tahun antara Irsyaadu al-Saariy dan sumber lain. Irsyaadu al-Saariy pertama kali diterbitkan tahun 2007 sedangkan referensi lain telah terbit sebelumnya. Hal itu membuktikan bahwa Irsyaadu al-Saariy bukanlah “hulu” karya Hadratussyaikh. Bukan berarti Irsyaadu al-Saariy adalah kitab yang tidak penting, melainkan sebaliknya, karena semua karya Hadratussyaikh yang terdapat di sumber lain juga termuat dalam Irsyaadu al-Saariy. Maka tidak salah jika kitab tersebut disebut sebagai “kumpulan lengkap” dari karya Haddratussyaikh.
Perlu dituturkan juga bahwa terdapat rujukan penelitian yang juga terhitung sebagai karya asli Hadratussyaikh namun tidak ditulis langsung oleh beliau. Karya tersebut bersumber dari pidato atau sambutan Hadratussyaikh dalam suatu acara yang kemudian didokumentasikan oleh suatu media. Dalam tesis Lathiful Khuluq disebutkan tiga nama media yang mendokumentasikan karya tersebut, yaitu Soeara Nahdlatul Ulama (1928-1932), Soeara MIAI, dan Soeara Moeslimin Indonesia.
Orientasi karya Hadratussyaikh
Seiring berjalannya waktu, karya tulis Hadratussyaikh yang dibukukan juga turut bertambah. Maktabah Turots al-Islami hingga saat ini masih terus melanjutkan estafet perjuangan pembukuan tersebut. Tak diragukan lagi bahwa Hadratussyaikh memang seorang ulama yang produktif. Namun dari sekian banyak karya itu, sebenarnya apa orientasi yang dituju Hadratussyaikh?
Muhibbin Zuhri (2010) dalam hasil disertasinya menuturkan dua hal yang sangat melatarbelakangi penulisan karya Hadratussyaikh, yaitu respon terhadap wahabisme dan respon terhadap modernisme. Konteks sejarah pada masa hidup Hadratussyaikh memang tidak bisa dilepaskan dari pergolakan pergerakan Islam di Indonesia pada waktu itu. Modernisme dan wahabisme melawan pesantren dan tradisionalis. Hadratussyaikh berada dalam kelompok yang terakhir.
Melalui tulisan-tulisannya, Hadratussyaikh berusaha membela pesantren dengan cara meneguhkan legitimasi keilmuan Islam mereka. Legitimasi yang dimaksud adalah sebuah argumen ilmiah yang dapat membuat semua orang mengatakan bahwa Islam pesantren bukanlah Islam yang salah, melainkan Islam yang berusaha mengakomodasi bangunan epistemologi pemikiran Islam dalam tradisi ulama. Islam yang tidak tercerabut dari akarnya.
Hadratussyaikh memulai rintisan pengembangan sebuah madzhab pemikiran yang kemudian dijadikan referensi komunitas Islam yang berakar pada tradisi pesantren. Dengan tulisan Hadratussyaikh, semua orang yang ingin ber-Islam ala pesantren tidak perlu gusar mencari rujukan. Anggapan bahwa Islam lokal Indonesia telah lepas dari sumbernya (Al-Qur’an dan Hadis) pun dapat dinetralisir melalui tulisan-tulisan Hadratussyaikh.
Muatan Karya Hadratussyaikh
Pembelaan yang telah dilakukan di atas tentunya tidak dilakukan dalam waktu singkat. Hal itu sesuai dengan banyaknya karya Hadratussyaikh. Masing-masing karya mewakili pembelaan pada aspek tertentu. Kumpulan dari karya-karya tersebut akhirnya menjadi sebuah pembelaan utuh.
Dalam buku yang berjudul Biografi dan Nasihat Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, Mukani (2015) menerangakan secara rinci muatan karya tulis Hadratussyaikh yang berisi pembelaan di atas. Adapun rinciannya sebagai berikut:
No | Judul | Muatan | Keterangan |
1 | Adabul ‘Alim wal Muta’allim | Keutaman ilmu dan akhlak murid kepada gurunya dan sebaliknya | Rangkuman tiga kitab |
2 | Al-Nurul Mubin | Pentingnya beriman kepada Nabi Muhammad beserta dampaknya | Membela praktik Islam tradisional |
3 | Al-Tanbihat al-Wajibat | Kecaman atas praktik peringatan maulid yang melenceng | Studi kasus |
4 | Al-Durar Al-Muntastsirah | Hakikat waliyullah dan praktik sufi dalam thariqah yang benar | Berformat tanya jawab |
5 | Al-Tibyan | Tata cara menjalin silaturrahim dan larangan memutusnya | Pemikiran sosial Hadratussyaikh |
6 | Al-Mawa’idz | Pentingnya persatuan umat Islam dalam merespon upaya Belanda, terutama tentang pernikahan dan lembaga peradilan | Perlunya kembali kepada al-Qur’an, hadis, dan tradisi salafus shalih. Telah diterjemah oleh HAMKA |
7 | Risalah Ahlissunnah wal Jama’ah | Konsep aqidah aswaja dalam kaitannya dengan bid’ah, hadis, dan ijtihad | Perlunya bermadzhab |
8 | Dhau’ul Mishbah | Prosedur, hukum, syarat, rukun, dan hak-hak dalam perkawinan | Pernikahan menurut hukum Islam |
9 | Ziyadatut Ta’liqat | Komentar kesalahpahaman kritik dari Syaikh Abdullah bin Yasin Pasuruan terhadap pendirian NU | Disertai fatwa di Majalah Nahdhatoel Oelama Berbahasa Jawa |
10 | Al-Qanun Al-Asasi li Jam’iyyatin Nahdlatil Ulama | Prinsip-Prinsip dasar NU | Disertai fatwa tentang persoalan keagamaan umat |
11 | Arba’in Haditsah | 40 hadis basis legitimasi dan dasar-dasar pembentukan NU | Pesan meningkatkan ketakwaan dan kebersamaan |
12 | Al-Risalah fil ‘Aqaid | – | Bahasa Jawa pegon, diedit oleh Fahmi Ja’far Al-Jawi dan Ahmad Sa’id Ali al-Azhar |
13 | Al-Risalah fil Tashawwuf | Konsep ma’rifat, syari’at, thariqat, dan haqiqat | Berbahasa Jawa, dicetak bersama Al-Risalah fil ‘Aqaid |
14 | Tamyizul Haqq minal Bathil | Pandangan tentang aqidah dan amaliyyah aliran agama di suatu daerah | Studi kasus dusun Sukowangi desa Karangtengah Kandangan Kediri |
15 | Al-Risalah fi Ta’kidil Akhdz bi Ahadil Madzahib al-A’immah al-Arba’ah | Pentingnya berpegang teguh kepada salah satu imam madzhab | Disertai keterangan tentang metode ijtihad dan respon terhadap pernyataan Ibnu Hazm tentang taqlid dan metodologi pengambilan hukum |
16 | Hasyiyah ‘ala Fathur Rahman | Penjelasan buku Risalatul Waliy Ruslan karya Zakariya al-Anshari | Syarah Kitab |
17 | Al-Risalah Jama’ah al-Maqashid | Ajaran pokok dalam Islam bagi mukallaf | Berisi tujuh maksud dan satu bab penutup |
18 | Al-Risalah Al-Tawhidiyyah | Uraian singkat tentang aqidah dari aliran Aswaja | – |
19 | Al-Qala’id | Kewajiban dalam aqidah Islam | – |
20 | Manasik Sughra | Tata cara pelaksanaan ibadah haji | – |
21 | Al-Jasus fi Ahkamin Nuqush | – | – |
Dua puluh satu karya tersebut merupakan bagian dari suatu pembelaan Hadratussyaikh terhadap Islam pesantren atau Islam lokal Indonesia. Keseluruhan karya tersebut dalam tesis Lathiful Khuluq diringkas menjadi tiga bagian global, yaitu sufisme atau tasawwuf, teologi atau ilmu kalam, dan hukum Islam atau fikih. Selain itu, dengan membaca karya-karya Hadratussyaikh, tesis Lathiful Khuluq juga mendapat kesimpulan tentang fikih siyasah Hadratussyaikh. Karena setelah penulisan, ruh karya Hadratussyaikh kemudian terejawantahkan dalam NU, sebuah organisasi pergerakan Islam yang berada dalam kubu pesantren.
Memanfaatkan Karya Hadratussyaikh
Sebagaimana dituturkan sebelumnya, karya Hadratussyaikh mempunyai hubungan yang begitu erat dengan NU. Dapat dikatakan bahwa wujud praktis dari karya Hadratussyaikh adalah NU itu sendiri. Dalam Al-Qanun Al-Asasi li Jam’iyyatin Nahdlatil Ulama misalnya, sudah jamak diketahui bahwa karya tersebut kemudian menjelma menjadi AD/ART NU. Perubahan bentuk tersebut dalam kalimat lain dapat diistilahkan sebagai pemanfaatan karya Hadratussyaikh.
Tidak hanya berhenti pada AD/ART, pemanfaatan karya Hadratussyaikh juga menjelma dalam beberapa sistem teknis dalam badan NU, misalnya dalam sistem pengambilan keputusan hukum. Pesantren yang mempunyai tradisi Bahtsul Masail dalam menetapkan hukum diakomodir oleh NU melalui penetapan metodologi dan sistematika menjawab problematika yang ditetapkan dalam Munas Alim Ulama NU di Lampung tahun 1992. Penetapan tersebut melahirkan sebuah dokumen yang berjudul “Sistem Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul Masail di Lingkungan Nahdlatul Ulama.”
Jika kita membaca sistem tersebut, akan kita ketahui betapa besar pengaruh pemikiran Hadratussyaikh di dalamnya. Nilai-nilai penghargaan terhadap ulama madzhab, tradisi ulama salafus sholih, dan ketentuan siapa yang layak dianut tertera dengan jelas dalam sistem tersebut. Batasan empat madzhab dan cara menarik hukum dari kitab mereka begitu sesuai dengan pemikiran fikih Hadratussyaikh sebagaimana tercantum dalam Al-Qanun Al-Asasi li Jam’iyyatin Nahdlatil Ulama dan Al-Risalah fi Ta’kidil Akhdz bi Ahadil Madzahib al-A’immah al-Arba’ah.
Memang tidak dapat dikatakan bahwa semua karya Hadratussyaikh telah dimanfaatkan secara maksimal dalam NU. Belum lagi karya-karya yang belum banyak terekspos ke kalangan luas. Namun setidaknya pemanfaatan dalam penetapan sistem pengambilan hukum di atas telah dapat dijadikan acuan bagaimana memanfaatkan karya Hadratussyaikh secara nyata. Inilah kabar karya Hadratussyaikh saat ini. Penelitian atasnya sangat layak untuk diteruskan.
*Mahasantri angkatan 2014